1.1
LATAR
BELAKANG
Minyak
mentah yang terkandung di dalam bumi ini, semakin hari semakin berkurang
intensitasnya karena maraknya penambangan sektor industri energi. Selain itu,
minyak tersebut tidak bisa di perbarui sehingga tidak mungkin energi tersebut
bisa bertambah. Kelangkaan bahan bakar minyak,
yang juga disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia yang signifikan, telah
mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat mengatasi masalah energi
bersama-sama (Kompas, 23 Juni 2005).
Kenaikan harga yang mencapai 58 dollar Amerika Serikat ini
termasuk luar biasa sebab biasanya terjadi saat musim dingin di negara-negara
yang mempunyai empat musim di Eropa dan Amerika Serikat. Masalah ini memang
pelik sebagaimana dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuan
dengan para gubernur di Pontianak, Kalimantan Barat, tanggal 22 Juni 2005, dan
mengajak masyarakat melakukan penghematan energi di seluruh Tanah Air.
Penghematan ini sebetulnya harus telah kita gerakkan sejak
dahulu karena pasokan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi adalah sumber
energi fosil yang tidak dapat diperbarui, sedangkan permintaan naik terus,
demikian pula harganya sehingga tidak ada stabilitas keseimbangan permintaan
dan penawaran. Salah satu jalan untuk menghemat bahan bakar minyak (BBM) adalah
mencari sumber energi alternatif yang dapat diperbarui
Kebutuhan bahan bakar bagi penduduk berpendapatan rendah
maupun miskin, terutama di pedesaan, sebagian besar dipenuhi oleh minyak tanah
yang memang dirasakan terjangkau karena disubsidi oleh pemerintah. Namun karena
digunakan untuk industri atau usaha lainnya, kadang-kadang terjadi kelangkaan
persediaan minyak tanah di pasar. Selain itu mereka yang tinggal di dekat
kawasan hutan berusaha mencari kayu bakar, baik dari ranting-ranting kering dan
tidak jarang pula menebangi pohon-pohon di hutan yang terlarang untuk
ditebangi, sehingga lambat laun mengancam kelestarian alam di sekitar kawasan
hutan.
Sebetulnya sumber energi alternatif cukup tersedia.
Misalnya, energi matahari di musim kemarau atau musim kering, energi angin dan
air. Tenaga air memang paling banyak dimanfaatkan dalam bentuk pembangkit
listrik tenaga air (PLTA), namun bagi sumber energi lain belum kelihatan secara
signifikan. Energi terbarukan lain yang dapat dihasilkan dengan teknologi tepat
guna yang relatif lebih sederhana dan sesuai untuk daerah pedesaan adalah
energi dengan memanfaatkan
kotoran ternak, bahkan tinja manusia,
sisa-sisa panenan seperti jerami, sekam dan daun-daunan sortiran sayur dan sebagainya dengan mengkonvensikannya menjadi
gas metana (CH4) yang di sebut Biogas. Biogas secara singakat dapat
di artikan sebagai gas yang di produksi oleh makhluk hidup, untuk di manfaatkan
sebagai pengganti minyak, khususnya minyak tanah, kayu bakar, ataupun elpiji.
Proses pembuatan biogas tergolong praktis, karena
pembuatannya tidak rumit dan bisa di lakukan secara kooperatif oleh semua
komponen masyarakat, bahan pembuatannya yang mudah di dapatkan, instalasi
(pemasangan) yang mudah dan harga yang relatif rendah dan terjangkau. Potensi
ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m3
biogas dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. Di samping itu
pupuk organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempunyai
nilai ekonomis yang tidak kecil pula. Biogas
juga dapat dibakar seperti elpiji, dan dalam
skala besar biogas dapat digunakan
sebagai pembangkit energi listrik, sehingga dapat dijadikan sumber energi
alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan.
Dengan penggunaan biogas ini bagi
masyarakat, diharapkan beban masyarakat bisa di kurangi khususnya dalam masalah
bahan bakar yang langka dan harga bahan bakar yang kurang terjangkau. Harapan
kami, dengan pembuatan biogas ini masyarakat bisa memanfaatkan limbah-limbah
organik yang terbuang percuma supaya masyarakat tidak susah lagi membeli minyak
tanah, menggunakan kayu bakar, atau memakai elpiji untuk aktivitas di dapur dan
sektor industri yang cenderung dan relatif mahal. Selain itu, limbah-limbah
alami yang diproduksi hewan ternak, yang oleh peternaknya dibiarkan terbuang
begitu saja tanpa ada usaha untuk pemanfaatannya. Dan ironisnya lagi,
hewan-hewan ternak itu dilepaskan berkeliaran di lingkungan warga, sehingga
memberikan peluang kepada hewan-hewan ternak itu membuang limbah alaminya
tersebut dimana dia suka seperti dijalan, dihalaman rumah, dan lingkungan kita.
Mengenai hal ini, pemerintah Kecamatan Kuok khususnya sering memberikan
peringatan kepada peternak agar jangan melepaskan hewan ternaknya berkeliaran
dilingkungannya. Namun, hal itu belum diindahkan oleh warga Kecamatan Kuok,
sehingga masih terdapat kasus demikian yang sebenarnya hal itu menjadi
permasalahan tersendiri bagi lingkungan masyarakat Kuok.
Hal itu bisa dicarikan solusinya bahwa
jika seandainya tetap tidak dipatuhi himbauan itu oleh masyarakat dapat ambil
jalan tengah yaitu dengan mengolah limbah-limbah alami tersebut, yaitu dengan
merubah limbah-limbah itu menjadi gas yang dibutuhkan masyarakat dengan
mengolahnya sebaik mungkin sehingga lingkungan bisa bersih dari kotoran.
Sehingga para peternak tertarik untuk menempatkan ternaknya dalam suatu kandang
agar mudah mengambil kotoran yang akan dikonversi manjadi metana itu, lalu
himbauan Pemerintah secara tak langsung telah diindahkan masyarakat. Akhirnya,
semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua komponen masyarakat.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apakah penggunaan dan pemilihan starter
biogas memberikan kontribusi pada laju reaksi dan waktu untuk menghasilkan
biogas?
2. Apa komponen yang terdapat dalam biogas?
3. Apa faktor yang mempengaruhi
ketidakberhasilan dalam proses pembuatan Biogas dari kotoran hewan ternak?
1.3
Tujuan
Penelitian
Tujuan
dari penelitian dan percobaan ini yaitu untuk :
a. Memberikan solusi bagi masyarakat dalam
meminimalisir masalah bahan bakar.
b. Menumbuhkan sikap berkooratif dalam
masyarakat.
c. Tujuan
utama dalam implementasi biogas biasanya adalah sebagai energi pengganti yang
dapat mengurangi biaya yang diperlukan untuk memasak
d. Memberikan pengetahuan (knowledge) mengenai biogas kepada masyarakat
dan memberikan contoh yang baik bagi generasi selanjutnya agar memanfaatkan
limbah-limbah organik yang terbuang menjadi alternatif dalam masalah bahan
bakar.
e. Membantu pemerintah dalam memecahkan
masalah pelestarian lingkungan dan bahan bakar.
f. Memperkenalkan kepada masyarakat tentang
biogas yang merupakan sumber energi
alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan.
g. Memanifestasikan perintah ataupun
permintaan dari guru pembimbing untuk menyusun karya ilmiah.
1.4
Hipotesis
- Penggunaan dan pemilihan starter biogas dapat mempengaruhi laju reaksi untuk memproduksi biogas.
- Gas-gas alam hasil fermentasi antara kotoran hewan dengan air dan starternya.
- Kesalahan dalam pencampuran bahan-bahan, faktor termperatur dan kurang teliti dan cermat dalam melakukan percobaan.
1.5
Kegunaan
- Biogas merupakan energi tanpa menggunakan material yang masih memiliki manfaat termasuk biomassa sehingga biogas tidak merusak keseimbangan karbondioksida yang diakibatkan oleh penggundulan hutan (deforestation) dan perusakan tanah.
- Energi biogas dapat berfungsi sebagai energi pengganti bahan bakar fosil sehingga akan menurunkan gas rumah kaca di atmosfer dan emisi lainnya.
- Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang keberadaannya diatmosfer akan meningkatkan temperatur, dengan menggunakan biogas sebagai bahan bakar maka akan mengurangi gas metana di udara.
- Limbah berupa sampah kotoran ternak, tinja manusia dan limbah organik lainnya merupakan material yang tidak bermanfaaat, bahkan bisa mengakibatkan racun yang sangat berbahaya. Aplikasi anaerobik digestion akan meminimalkan efek tersebut dan meningkatkan nilai manfaat dari limbah.
e. Sisa-sisa proses pembuatan biogas yang
menghasilkan pupuk organik (kompos) yang membantu para petani dan juga memiliki
nilai ekonomis yang tinggi. Limbah
biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk
organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan,
unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan lain-lain tidak
bisa digantikan oleh pupuk kimia. Pupuk organik dari biogas telah dicobakan
pada tanaman jagung, bawang merah dan padi.
f. Pengembangan sistem biogas dapat
meningkatkan standar hidup yang berarti juga akan meningkatkan laju
perekonomian masyarakat, terutama dipedesaan.
g. Menumbuhkan sebuah pola kehidupan pedesaan
yang baik yang menunjang kemandirian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biogas
Difinisi dari Biogas
menurut Webster’s Dictionary mendefinisikan campuran “dari metana dan karbon
dioksida yang dihasilkan oleh dekomposisi bakteri limbah organik dan digunakan
sebagai bahan bakar …”. Secara umum terbentuknya biogas adalah melalui proses
degradasi limbah baik dari limbah pertanian, kotoran hewan, dan kotoran manusia
atau campurannya yang dicampur dengan air dan ditempatkan dalam tempat yang tertutup
atau dalam kondisi anaerob/kedap udara (Hadi dkk., 1982). Keadaan anaerob ini
dapat terjadi secara buatan yaitu dengan membuat digester sebagai tempat
terjadinya proses degradasi limbah organik (Fry dan Mevil, 1973). Kondisi
anaerob dalam bak pencerna inilah yang kemudian berkembang dengan bermaca-macam
bentuk dan bahan yang digunakan.
Biogas adalah
campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil
fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan
adalah gas metana (CH4) dan gas karbondiokasida (Simanora, 1989).
Maka, dapat
didefinisikan bahwa Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh bakteri
metanogenik anaerobik (bakteri penghasil gas metan yang hanya dapat hidup dalam
kondisi bebas oksigen) dari proses perombakan bahan-bahan organik seperti
limbah kotoran sapi, babi, bahkan manusia. Salah satu jenis biogas diproduksi
oleh pencernaan anaerobik atau fermentasi dari bahan biodegradable seperti
biomassa, pupuk kandang atau kotoran, sampah, limbah hijau dan energi jenis
crop. Biogas terdiri dari metana (50 – 70%), karbon dioksida (30% – 40%) gas
hidrogen (5% – 10%) dan gas-gas lainnya dalam intensitas yang sedikit. Biogas
memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800 – 6700 Kkal / m3,
untuk gas metana murni (100%) mempunyai nilai kalor 8900 Kkal / m3. Metana dalam biogas, bila terbakar akan
relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan
emisi karbon dioksida yang lebih sedikit.
Sejarah penemuan proses anaerobik digestion untuk
menghasilkan biogas tersebar dibenua Eropa. Penemuan ilmuan Alessandro Volta
terhadap gas yang dikeluarkan dirawa-rawa terjadi pada tahun 1770, beberapa dekade
kemudian Avogadro mengidentifikasikan tentang gas metana. Setelah tahun 1875
dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari proses anaerobik digestion. Tahun
1884 Pateour melakukan penelitian tantang biogas menggunakan kotoran hewan. Era
penelitian Pasteour menjadi landasan untuk penelitian biogas hingga saat ini.
Pada akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Di Jerman
dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua perang dunia dan beberapa
unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama perang
dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil
untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena
harga BBM semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas
di Eropa ditinggalkan. Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber
energi yang murah dan selalu tersedia ada. Kegiatan produksi biogas di India telah
dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun
1900 (Burhani Rahman, http://www.energi.lipi.gi.id).
2.2 Matana (CH4)
Pada dasarnya,
sampah organik terurai secara alami oleh bakteri anaerob dan menghasilkan gas.
Gas inilah yang disebut gas metana yang dihasilkan oleh kerja bakteri. Di dalam
tangki tertutup, bakteri saprofit dalam kotoran hewan akan terus berkembang
biak dan bekerja memecah senyawa organik dan menghasilkan gas metana. Gas
ini tidak menimbulkan bau. Gas hasil kerja bakteri ini dapat ditampung dan
disalurkan ke rumah-rumah untuk dimanfaatkan dalam proses pembakaran, misalnya
untuk memasak. Biogas dapat menimbulkan nyala api, seperti nyala api gas
elpiji. Biogas ini nantinya diharapkan dapat menggantikan elpiji. Selain dapat
menghemat, penggunaan biogas secara ekologis juga sangat bermanfaat.
Diantara karakteristik gas matana (CH4)
yaitu : Biogas kira-kira memiliki berat 20% lebih ringan dibandingkan udara dan
memiliki suhu pembakaran antara 650°C – 750°C, Biogas tidak berbau dan berwarna
yang apabila dibakar akan menghasilkan nyala api biru cerah seperti gas LPG, Nilai
kalor gas metana adalah 20 MJ/ m3 dengan efisiensi pembakaran 60 persen pada
konvesional kompor biogas.
Gas
metan yang dihasilkan dari proses “bersih” kemudian dapat digunakan untuk daya
dan panas kemudian mengganti sumber-sumber tradisional kita. Dari perspektif
lingkungan, proses alami ini kemudian bisa mengurangi polusi, gas rumah kaca
dan bau. Peluang luar memiliki sumber energi hijau dan terbarukan (yang bisa
berupa produk dijual), juga mencakup transformasi limbah organik menjadi suatu
produk yang sangat khusus bio-pupuk organik.
2.3 Starter
Starter
disebut juga laju pengumpanan untuk menghasilkan biogas. Starter adalah semacam
katalis yang berupa senyawa atau cairan yang mengandung bakteri penghasil
metana. Starter digunakan untuk mempercepat produksi biogas dan kuantitas
metana yang dihasilkan. Starter ini bisa didapat secara alami atau buatan.
Starter alami contohnya lumpur aktif (lumpur bekas air comberan), air resapan
sampah, cairan septik tank, timbunan kotoran dan air nenas. Sedangkan starter
buatan adalah senyawa yang mengandung bakteri metana lalu dikembangkan
dilaboratorium dengan rekayasa tertentu seperti EM4. EM4 merupakan senyawa
kimia sejenis pupuk bagi tumbuhan dan stimulan bagi hewan, sehingga untuk
mendapatkan EM4 bisa ditemukan ditoko pertanian atau pupuk. Perlu diingatkan
bahwa, EM4 yang diperlukan yaitu EM4 untuk tumbuhan, bukan EM4 untuk hewan. Hal
tersebut dikarenakan bahwa, kotoran ternak yang akan diuraikan EM4 dengan cepat
umumnya berasal dari tumbuhan. Untuk menghasilkan metana memang tidak harus
memerlukan starter. Namun, jika tidak menggunakan starter maka waktu yang
diperlukan untuk memperoleh metana lebih lama. Oleh karena itu, maksud dicampurkan
starter ini adalah untuk mempersingkat waktu untuk memperoleh biogas.
2.4 Bakteri Methanogen
Bakteri
ada yang hidup secara saprofit dalam kotoran hewan contohnya bakteri
metanogenik anaerobik (bakteri penghasil gas metan yang hanya dapat hidup dalam
kondisi bebas oksigen) yang akan terus berkembang biak dan bekerja memecah
senyawa organik yang terdapat dalam kotoran sehingga menghasilkan gas metana. Bakteri
inilah yang sering dimanfaatkan untuk pembuatan biogas. Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable
karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan
sekaligus mengurangi volume limbah buangan.
Bakteri metanogenik berkembang lambat dan sensitif terhadap
perubahan mendadak pada kondisi-kondisi fisik dan kimiawi. Sebagai contoh,
penurunan 2°C secara mendadak pada slurry mungkin secara signifikan berpengaruh
pada pertumbuhannya dan laju produksi gas (Langrange, 1979).
Ada
tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan biogas, yaitu:
- Kelompok bakteri fermentatif: Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae
- Kelompok bakteri asetogenik: Desulfovibrio
- Kelompok bakteri metana: Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus
Bakteri
methanogen secara alami dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti: air
bersih, endapan air laut, sapi, kambing, lumpur (sludge) kotoran anaerob
ataupun TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Kebutuhan akan Bakteri Methanogenik
cukup signifikan untuk memperoleh biogas.
2.5 Biodigester (Reaktor)
Untuk
menghasilkan biogas, dibutuhkan sebuah wadah pembangkit biogas yang disebut biodigester
(reaktor). Pemanfaatan biogas melalui pembuatan biodigester dipilih karena efek
multifungsi dari outlet digester tersebut. Digester merupakan “fermentor” untuk
mengolah limbah kotoran sapi atau bahan organik lainnya dalam kondisi kedap
udara. Kotoran sapi dapat difermentasi oleh bakteri methanogen menghasilkan
biogas berupa gas metan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi
alternatif murah dan ramah lingkungan bagi masyarakat. Adanya pengolahan limbah
kotoran sapi dengan menggunakan digester biogas juga dapat membunuh bakteri
patogen yang terdapat di limbah tersebut sehingga tidak berbahaya bagi
kesehatan masyrakat.
Selama beberapa tahun, masyarakat
pedesaan di seluruh dunia telah menggunakan biodigester untuk mengubah limbah
pertanian dan peternakan yang mereka miliki menjadi bahan bakar gas. Pada
umumnya, biodigester dimanfaatkan pada skala rumah tangga. Namun tidak menutup
kemungkinan untuk dimanfaatkan pada skala yang lebih besar (komunitas).
Biodigester mudah untuk dibuat dan diperasikan. Beberapa keuntungan yang
dimiliki oleh biodigester bagi rumah tangga dan komunitas antara lain :
- Mengurangi penggunaan bahan bakar lain (minyak tanah, kayu, dan lain-lain) oleh rumah tangga maupun komunitas
- Menghasilkan pupuk organik berkualitas tinggi sebagai hasil sampingan
- Menjadi metode pengolahan sampah (raw waste) yang baik dan mengurangi pembuangan sampah ke lingkungan (aliran air/sungai)
- Meningkatkan kualitas udara karena mengurangi asap dan jumlah karbodioksida akibat pembakaran bahan bakar minyak/kayu bakar
- Secara ekonomi, murah dalam instalasi serta menjadi investasi yang menguntungkan dalam jangka panjang.
Dalam pembangunan biodigester, ada
beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu : Lingkungan abiotis.
Biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan abiotis (tanpa kontak langsung
dengan Oksigen (O2). Udara (O2) yang memasuki biodigester
menyebabkan penurunan produksi metana, karena bakteri berkembang pada kondisi
yang tidak sepenuhnya anaerob.
Temperatur – Secara umum,
ada 3 rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri, yaitu:
- Psicrophilic (suhu 4°C – 20°C) biasanya untuk negara-negara subtropics atau beriklim dingin
- Mesophilic (suhu 20°C – 40°C)
- Thermophilic (suhu 40°C – 60°C) hanya untuk mendigesti material, bukan untuk menghasilkan biogas.
Untuk negara tropis seperti
Indonesia, digunakan unheated digester (digester tanpa pemanasan) untuk
kondisi temperatur tanah 20 – 30 C. Derajat keasaman (pH) – Bakteri
berkembang dengan baik pada keadaan yang agak asam (pH antara 6,6 – 7,0) dan pH
tidak boleh di bawah 6,2. Karena itu, kunci utama dalam kesuksesan operasional
biodigester adalah dengan menjaga agar temperatur konstan (tetap) dan input
material sesuai. Rasio C/N bahan isian – Sarat ideal untuk proses
digesti adalah C/N = 25 – 30. Karena itu, untuk mendapatkan produksi biogas
yang tinggi, maka penambangan bahan yang mengandung karbon (C) seperti jerami,
atau N (misalnya: urea) perlu dilakukan untuk mencapai rasio C/N = 25 – 30.
Di Indonesia, umumnya masyarakat telah mengembangkan
biogas dengan menggunakan tipe biodigester tipe Fixed Dome (China Type). Hasil identifikasi
masalah dengan cara studi literatur, konsultasi teknis dan kunjungan lapang
diperoleh kesimpulan bahwa digester tipe
Fixed Dome (China Type) dipilih untuk dapat dikembangkan yang
prosedurnya relatif mudah. Beberapa alasannya adalah :
(a) Umur ekonomis dapat mencapai 20-25 tahun,
(b) Terbuat dari bahan-bahan lokal,
(c) Konstruksi berupa dome sehingga mampu
menahan beban baik di dalam maupun di
atas
permukaan tanah,
(d) Konstruksi terdapat dibawah permukaan tanah
sehingga kestabilan suhu
bahan
didalam digester dapat terjamin,
(e) Penghematan penggunaan lahan,
(f) Operasional alat mudah dilakukan,
(g) Perawatan
relatif mudah dan murah.
Biodigester
ini memiliki volume tetap sehingga produksi gas akan meningkatkan tekanan dalam
reaktor (biodigester). Karena itu, dalam konstruksi ini gas yang terbentuk akan
segera dialirkan ke pengumpul gas di luar reaktor. Dalam pengempul gas itulah
gas metana yang dibutuhkan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan
ini menggunakan metode eksperimen dengan variabel bebas berupa kotoran ternak
yang dicampur dengan starternya seperti dengan EM4, gula, nenas, EM4 + Gula.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah banyaknya gas metana (CH4)
yang dihasilkan.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian
ini dilakukan mulai tanggal 28 September 2011 – 30 Oktober 2011. Tempat
penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia MAN Kuok.
3.3 Alat dan Bahan
a.
Alat
b. Bahan
-
Kaleng cat bekas ukuran besar - Kotoran kerbau / sapi
-
Lem Lilin / Lem Kaca - Starter (seperti : Gula, EM4, nenas, EM4 +
Gula)
-
Wadah / ember - Air
-
Pengaduk
-
Pipa Paralon
-
Keran Air
-
Tubles
-
Kompor
-
Selang
-
Plastik PVC ukuran 1 kg – 4 kg
-
Penjepit
3.4 Cara Kerja
1.
Menyediakan dan menyusun alat dan bahan seperti gambar berikut :
Keterangan : 1) Saluran input
dibuat sampai dipermukaan bawah tabung. Tujuan utama saluran input adalah
supaya ketika ingin mengganti larutan kotoran
lama yang telah bereaksi dengan larutan yang baru, maka limbahnya mengambang dipermuakaan
larutan, sehingga limbah yang mengambang tersebut keluar melaui kran saluran
pembuangan limbah biogas. Limbah inilah yang dijadikan pupuk.
2) Tutup
rapat penutup kaleng dengan menggunakan lem lilin/lem kaca atau dengan perekat
lain yang efektif untuk menghalangi celah-celah yang menyebabkan keluarnya gas.
Dan pastikan juga saluran input dan keran saluran pembuangan tidak ada celah,
maka sebaiknya kedua saluran ini juga diberikan perekat.
3) Penjepit
digunakan untuk menghalangi gas agar tidak keluar saat tidak digunakan untuk
dialirkan ke kompor.
2.
Setelah
pengerjaan digester selesai, menyiapkan wadah/ember sementara untuk
mengolah kotoran organik.
3. Mencampurkan kotoran ternak dengan air dengan
perbandingan 1:1 dalam wadah
sementara.
4. Larutan
diaduk hingga rata sampai terbentuk lumpur. Bentuk lumpur akan
mempermudah pemasukan bahan-bahan
kedalam digester melalui saluran input.
Pengaduk boleh terbuat dari apa saja seperti
kayu, besi, dan lain-lain.
5. Menambahkan
starter kedalam lumpur kotoran yang telah terbentuk sebelumnya.
Jika menggunakan starter EM4, penggunaannya 1
liter/cc. Artinya setiap 1 liter
larutan diperlukan 1 cc EM4.
6. Lalu bahan
dimasukkan kedalam reaktor melalui saluran input. Pada pengisian
Pertama, kran saluran pembuangan yang ada
disamping digester dibuka agar
pemasukan lebih mudah dan udara yang ada didalam
digester terdesak keluar,
sehingga didalam reaktor keadaan lebih anaerobik
seperti yang diharuskan. Pada
pengisian pertama ini dibutuhkan lumpur
kotoran sapi dalam jumlah yang banyak
sampai setinggi keran pembuangan, lalu tutup
rapat semua saluran yang bisa
dilalui
gas, seperti saluran input dan kran saluran pembuangan agar terjadi
fermentasi anaerob yang
memiliki kefektifan lebih.
7. Tunggu
dalam waktu lebih kurang dua minggu hingga satu bulan untuk
mendapatkan gas metana (CH4).
Dalam kurun waktu tersebut larutan harus diaduk
beberapa kali agar bakteri methanogen
menguraikan kotoran secara keseluruhan
8. Selama kurun waktu diperoleh biogas, bahan-bahan harus secara
berkesinambungan harus diperbarui
setiap hari. Prosedurnya yaitu buka tutup keran
pembuangan, maka limbah yang lama
keluar dan ketika itulah masukkan larutan
baru melalui saluran input.
Larutan baru akan bergabung dengan larutan bagian
bawah melalui paralon lanjutan sehingga
larutan akan bertambah dan limbah-
limbah sisa reaksi yang mengapung
dipermukaan atas larutan, naik mendekati
saluran pembuangan yang
menyebabkan keluarnya limbah sisa fermentasi tersebut.
Sisa fermantasi ini juga masih dimanfaatkan
yaitu digunakan sebagai pupuk
organik yang berguna bagi
tumbuhan.
9. Membuang gas yang pertama dihasilkan pada
hari ke-1 sampai ke-8 karena yang
terbentuk adalah gas CO2.
Sedangkan pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru
terbentuk gas metan (CH4)
dan CO2 mulai menurun. Pada
komposisi CH4 54% dan
CO2 27% maka biogas akan
menyala. Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat
digunakan untuk menyalakan api pada kompor gas
atau kebutuhan lainnya. Mulai
hari ke-14 ini kita sudah bisa menghasilkan
energi biogas yang selalu terbarukan.
Biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran
sapi. Selanjutnya, digester terus diisi
lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga
dihasilkan biogas yang optimal
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, data yang diperoleh disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 4.1 (a) Pengamatan pada hari ke-0 dan hari pertama
|
No
|
Starter
|
Pengamatan
|
|||||
|
Volume
|
Uap air
|
Warna
|
Gas
|
Gelembung
|
Endapan
|
||
|
1
|
EM4
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
2
|
Gula
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
3
|
EM4 + Gula
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
5
|
Nenas
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
6
|
Standard (tanpa starter)
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Tabel 4.1 (b) Pengamatan pada hari kedua dan hari ketiga
|
No
|
Starter
|
Pengamatan
|
|||||
|
Volume
|
Uap air
|
Warna
|
Gas
|
Gelembung
|
Endapan
|
||
|
1
|
EM4
|
Tetap
|
Ada
|
Tetap
|
Tidak Ada
|
Ada
|
Tidak Ada
|
|
2
|
Gula
|
Tetap
|
Ada
|
Tetap
|
Tidak Ada
|
Ada
|
Tidak Ada
|
|
3
|
EM4 + Gula
|
Tetap
|
Ada
|
Tetap
|
Tidak Ada
|
Ada
|
Tidak Ada
|
|
5
|
Nenas
|
Tetap
|
Ada
|
Tetap
|
Tidak Ada
|
Ada
|
Tidak Ada
|
|
6
|
Standard (tanpa starter)
|
Tetap
|
Ada
|
Tetap
|
Tidak Ada
|
Ada
|
Tidak Ada
|
Ket : Gelembung yang diamati adalah gelembung hasil fermentasi
bahan-bahan biogas. Posisi gelembung adalah diatas permukaan larutan
Tabel 4.1 (b) Pengamatan pada hari keempat dan hari kelima
|
No
|
Starter
|
Pengamatan
|
|||||
|
Volume
|
Uap air
|
Warna
|
Gas
|
Gelembung
|
Endapan
|
||
|
1
|
EM4
|
Tetap
|
Ada
|
Tetap
|
Tidak Ada
|
Ada
|
Tidak Ada
|
|
2
|
Gula
|
Berkurang
|
Bertambah
|
Tetap
|
Bertambah
|
Tidak Ada
|
Ada
|
|
3
|
EM4 + Gula
|
Tetap
|
Tidak ada
|
Tetap
|
Bertambah
|
Tidak Ada
|
Tidak Ada
|
|
4
|
Standard (tanpa starter)
|
Tetap
|
Ada
|
Tetap
|
Tidak Ada
|
Ada
|
Tidak Ada
|
Ket : Standard : Tanpa
starter, hanya campuran 1:1 antara kotoran ternak dengan air.
Tabel 4.1 (b) Pengamatan pada hari keenam sampai hari
kedelapan
|
No
|
Starter
|
Pengamatan
|
|||||
|
Volume
|
Uap air
|
Warna
|
Gas
|
Gelembung
|
Endapan
|
||
|
1
|
EM4
|
Tetap
|
Sedikit
|
Tetap
|
Bertambah
|
Tidak Ada
|
Ada
|
|
2
|
Gula
|
Tetap
|
Ada
|
Tetap
|
Bertambah
|
Ada
|
Ada
|
|
3
|
EM4 + Gula
|
Tetap
|
Tidak ada
|
Tetap
|
Tetap
|
Ada
|
Ada
|
|
4
|
Standard (tanpa starter)
|
Berkurang
|
Banyak
|
Tetap
|
Bertambah
|
Banyak
|
Ada
|
4.2 Pembahasan
Dari
uraian diatas, dapat dianalisa bahwa pada hari ke-0 dan hari pertama dengan
menggunakan seluruh jenis starter maupun tanpa starter (Standard) tidak
menghasilkan biogas atau gas-gas lainnya dan warnanya masih orisinil yaitu
hijau lumut karena belum terjadi fermantasi antara bakteri dengan kotoran
ternak. Pada hari kedua dan ketiga hasilnya relatif sama yaitu dengan
menggunakan starter gula, sudah menghasilkan uap air dan warnanya tetap/tidak
berubah dari hari ke-0 dan hari pertama dan juga menghasilkan sedikit gas.
Dengan menggunakan starter nenas dan starter EM4 tidak jauh berbeda dengan
hasil starter gula, tetapi dengan menggunakan starter EM4 + Gula tidak
menghasilkan uap air.
Aktifitas
anaerobik bakteri fermentator terus berkembang. Sehingga pada hari keempat dan
kelima, dengan menggunakan starter gula gas yang dihasilkan semakin bertambah.
Hal itu dibuktikan dengan bertambah besarnya plastik penampung gas. Dan dengan
menggunakan starter nenas warnanya tetap dan intensitas uap air bertambah.
Namun, dengan menggunakan starter EM4 warnanya berubah seperti warna kuning
kehijau-hijauan. Dan pada hari ke enam sampai hari kedelapan, dengan
menggunakan starter EM4, gula dan standard gas yang dihasilkan bertambah.
Namun, pada starter EM4 gelembung pada permukaan larutan tidak ada. Hal itu
disebabkan oleh aktivitas bakteri Mathanogen yang terkandung dalam EM4.
Perlu
diperhatikan bahwa, untuk memperoleh biogas membutuhkan waktu lebih kurang dua
minggu hingga satu bulan. Berdasarkan literatur yang diperoleh, bahwa pada hari
pertama sampai hari ke delapan gas yang dihasilkan itu adalah CO2.
Maka, gas yang diperoleh pada hari pertama sampai hari kedelapan sebaiknya
dibuang, karena tidak diperlukan dan memperkecil ruang gas metana pada
penampung gas. Setelah gas tersebut dibuang, pasang kembali penampung gas
dengan rapat guna menghalangi gas keluar dari penampung gas. Gas baru yang
dihasilkan selanjutnya adalah Biogas/gas metana (CH4) yang
dibutuhkan.
Larutan
yang terdapat didalam biodigester tersebut selalu ditambah setiap hari dan
sesekali diaduk, sedangkan yang sudah diolah dikeluarkan melalui saluran
pengeluaran. Sisa dari limbah yang telah dicerna oleh bakteri methan atau
bakteri biogas, yang disebut slurry atau lumpur, mempunyai kandungan hara yang
sama dengan pupuk organik yang telah matang sebagaimana halnya kompos sehingga
dapat langsung digunakan untuk memupuk tanaman, atau jika akan disimpan atau
diperjualbelikan dapat dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dimasukkan
ke dalam karung.
Bahan
baku limbah organik, berfungsi sebagai sumber unsur karbon dan nitrogen, yang selanjutnya
digunakan untuk aktivitas reaksi kimia dan pertumbuhan mikroorganisme melalui
tiga tahap reaksi kimia (proses dekomposisi anaerob; Noegroho Hadi, 1980,
Saubolle, 1978 dan Anonymous, 1977). Agar proses terbentuknya biogas berjalan
sesuai yang diharapkan, artinya dapat menghasilkan gas metan, maka diperlukan
persyaratan persyaratan tertentu (Anonymous, 2003; Suriawiria, 2005; Kadarwati,
2003; Saubolle, 1978) diantaranya :
1. C/N Rasio,
kandungan unsur C (karbon) dan N (nitrogen) yang dikenal dengan C/N.
Rasio antara 20
– 25. Inilah rasio yang ideal untuk menghasilkan biogas. Berikut tabel
daftar Rasio C/N :
|
Bahan
Organik
|
N dalam %
|
C/N
|
|
Kotoran
Manusia
|
6
|
5,9-10
|
|
Kotoran
Sapi
|
1,7
|
16,6-25
|
|
Kotoran
Babi
|
3,8
|
6,2-12,5
|
|
Kotoran
Ayam
|
6,3
|
5-7,1
|
|
Kotoran
Kuda
|
2,3
|
25
|
|
Kotoran
Domba
|
3,8
|
33
|
|
Jerami
|
4
|
12,5-25
|
|
Lucemes
|
2,8
|
16,6
|
|
Alga
|
1,9
|
100
|
|
Gandum
|
1,1
|
50
|
|
Serbuk
Jerami
|
0,5
|
100-125
|
|
Ampas
Tebu
|
0,3
|
140
|
|
Serbuk
Gergaji
|
0,1
|
200-500
|
|
Kol
|
3,6
|
12,5
|
|
Tomat
|
3,3
|
12,5
|
|
Mustard
(Runch)
|
1,5
|
25
|
|
Kulit
Kentang
|
1,5
|
25
|
|
Sekam
|
0,6
|
67
|
|
Bonggol
Jagung
|
0,8
|
50
|
|
Daun
yang gugur
|
1
|
50
|
|
Batang
Kedelai
|
1,3
|
33
|
|
Kacang
Toge
|
0,6
|
20
|
Sumber : Kaltwasser, 1980
2. Kandungan air, bahan baku yang paling
baik untuk menghasilkan biogas adalah bahan yang mengandung 7% – 9 % bahan
kering (BK) atau kandungan airnya 93% – 99 % air.
3. Jasad renik/mikro organisma, Bakteri
pembentuk asam antara lain : Pseudomonas, Escherichia, Flavobacterium, dan
Alcaligenes yang mendegradasi bahan organik menjadi asam-asam lemak. Selanjutnya
asam asam lemak didegradasi menjadi biogas yang sebagian besar adalah gas methan
oleh bakteri methan antara lain: Methanobacterium, Methanosarcina, dan
Methanococcus (Sahidu dan Sirajuddin, 1983).
4. Udara (oksigen), persyaratan yang
penting dalam proses pembuatan biogas, adalah tidak diperlukannya udara sama
sekali (anaerob).
5. Temperatur, proses fermentasi anaerobik
dapat berlangsung pada kisaran 5°C sampai 55°C, sedangkan temperatur optimumnya
35°C.
6. Derajat Keasaman (pH), kondisi pH
paling optimal untuk aktivitas bakteri ini berkisar antara 6,8 sampai 8.
7. Pengadukan, maksud pengadukan adalah
agar bahan baku menjadi homogen sehingga dapat diproses dengan cepat. Baku yang
sukar dicerna, seperti lignin akan membentuk lapisan kerak pada permukaan
cairan, lapisan ini dapat dipecah dengan alat pengaduk.
8. Bahan penghambat, bahan yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme antara lain, logam berat seperti tembaga (Cu),
cadmium (Cd), dan kromium (Cr). Selain itu desinfektan, deterjen dan
antibiotik.
Tahap
metanogenik, merupakan tahap dominasi perkembangan sel mikroorganisme dengan
spesies tertentu yang menghasilkan gas metan. Bahan organik yang dimasukkan ke
dalam digester kedap udara akan dicerna/diproses oleh bakteri anaerob
menghasilkan gas yang kemudian disebut biogas. Biogas merupakan gabungan antara
gas metan (CH4) dengan CO2 atau gas karbondioksida dengan
perbandingan 65 : 35. Biogas yang telah terkumpul di dalam digester selanjutnya
dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung penyimpan gas atau langsung
ke lokasi penggunaannya.
Untuk permulaan
memang diperlukan biaya untuk membangun pembangkit (digester) biogas yang
relatif besar bagi penduduk pedesaan. Namun sekali berdiri, alat tersebut dapat
dipergunakan dan menghasilkan biogas selama bertahun-tahun. Untuk ukuran 8
meter kubik tipe kubah alat ini, cocok bagi petani yang memiliki 3 ekor sapi
atau 8 ekor kambing atau 100 ekor ayam di samping juga mempunyai sumber air
yang cukup dan limbah tanaman sebagai pelengkap biomassa. Setiap unit yang
diisi sebanyak 80 kilogram kotoran sapi yang dicampur 80 liter air dan potongan
limbah lainnya dapat menghasilkan 1 meter kubik biogas yang dapat dipergunakan
untuk memasak dan penerangan. Biogas cocok dikembangkan di daerah-daerah yang
memiliki biomassa berlimpah, terutama di sentra-sentra produksi padi dan ternak
di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, dan lain-lain. Maka jika
tidak sanggup dalam skala besar, bisa dibuat dalam skala kecil yaitu untuk
keperluan pribadi. Dalam skala kecil ini, bisa menggunakan bahan-bahan bekas
yang ada disekitar lingkungan, seperti cat bekas yang berukuran besar, peralon
dan kran yang tidak terpakai, dan jenis lainnya.
Pembangkit biogas juga cocok dibangun untuk
peternakan sapi perah atau peternakan ayam dengan mendesain pengaliran tinja
ternak ke dalam digester. Kompleks perumahan juga dapat dirancang untuk
menyalurkan tinja ke tempat pengolahan biogas bersama. Negara-negara maju
banyak yang menerapkan sistem ini sebagai bagian usaha untuk daur ulang dan
mengurangi polusi dan biaya pengelolaan limbah. Jadi dapat disimpulkan bahwa
biogas mempunyai berbagai manfaat, yaitu menghasilkan gas, ikut menjaga
kelestarian lingkungan, mengurangi polusi dan meningkatkan kebersihan dan
kesehatan, serta penghasil pupuk organik yang bermutu. Pupuk organik siap pakai
baik dalam bentuk padat atau cair kaya akan unsur Nitrogen (N), hal ini dapat
ditelusuri dari unsur-unsur yang terdapat pada bahan baku yang digunakan. Bahan
baku biogas dalam hal ini kotoran ternak sapi, merupakan bahan organik yang
mempunyai kandungan Nitrogen (N) tinggi disamping unsur C, H dan O. Selama
proses pembuatan biogas unsur-unsur C, H, dan O akan membentuk CH4
dan CO2, sedangkan kandungan N yang ada masih tetap bertahan dalam
sisa bahan setelah diproses, yang akhirnya akan menjadi sumber N bagi pupuk
organik (Suriawiria, 2005).
Untuk menuai
hasil yang signifikan, memang diperlukan gerakan secara massal, terarah, dan
terencana meliputi pengembangan teknologi, penyuluhan, dan pendampingan. Dalam
jangka panjang, gerakan pengembangan biogas dapat membantu penghematan sumber
daya minyak bumi dan sumber daya kehutanan. Mengenai pembiayaannya mungkin
secara bertahap sebagian subsidi BBM dialihkan untuk pembangunan unit-unit
pembangkit biogas. Melalui jalan ini, mungkin imbauan pemerintah mengajak
masyarakat untuk bersama-sama memecahkan masalah energi sebagian dapat
direalisasikan. Gas metan, hidrogen dan karbon monoksida dapat dibakar atau
dioksidasi dengan oksigen. Melepaskan energi ini memungkinkan biogas untuk
digunakan sebagai bahan bakar. Hal ini juga dapat digunakan dalam fasilitas
pengelolaan sampah modern di tempat yang dapat digunakan untuk menjalankan
semua jenis mesin panas, untuk menghasilkan baik tenaga mesin atau listrik.
Biogas dapat dikompresi, seperti gas alam, dan digunakan untuk kendaraan
bermotor kekuasaan dan di Inggris misalnya diperkirakan memiliki potensi untuk
menggantikan sekitar 17 % dari bahan bakar kendaraan fuel. Biogas unrenewable,
sehingga memenuhi syarat untuk subsidi energi terbarukan di beberapa bagian
dunia.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa biogas merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang
ramah lingkungan sekaligus merupakan solusi kelangkaan bahan bakar. Biogas
mampu mensubsitusikan LPG, minyak tanah, kayu bakar, yang kurang ramah
lingkungan, tidak dapat diperbarui (unrenewable) dan harga yang relatif mahal. Proses
pembuatannya tergolong mudah, karena pekerjaan utama dari pembuatan bogas ini
adalah dengan mencampurkan antara kotoran ternak dengan air yang perbandingannya
1:1. Atau bisa juga campuran 1:1 antara air dengan kotoran ternak tersebut
ditambahkan dengan starter seperti EM4, gula, EM4 + Gula, nenas, dan
sebagainya.
Penggunaan starter dalam larutan
dapat mempengaruhi berbagai aspek pada proses fermentasi bakteri, seperti warna
larutan, uap air, gas yang diperoleh dan sebagainya. Perbedaan antara larutan
yang ditambah starter dan yang tidak ditambah starter yaitu kalau larutan yang
ditambah starter waktu tinggalnya singkat. Artinya fermentasi bakteri dengan
kotoran berlangsung secara cepat karena adanya laju pengumpanan (starter)
sehingga gas yang dihasilkan diperoleh dengan jangka watu yang relatif singkat.
Namun, jika larutan tersebut tidak ditambahkan starter, maka waktu yang
diperlukan untuk memperoleh biogas menjadi lama. Dan gas yang dihasilkan itu
bersih, tidak berbau dan ramah lingkungan sehingga tidak berbahaya bagi
kesehatan. Selain itu, limbah proses pembuatan dari kotoran ternak biogas bisa
dijadikan menjadi pupuk yang bermutu dan bermanaat bagi pertanian.
5.2 Saran
Berasarkan keunggulan dari biogas
ini, maka kami menyarankan kepada seluruh masyarakat agar mulai mencoba untuk
memanfaatkan kotoran ternak atau limbah organik lainnya menjadi biogas karena pada
suatu saat akan terjadi kelangkaan bahan bakar minyak tanah, gas LPG dan kayu
bakar. Hal dilakukan karena biogas mampu mengurangi pencemaran udara dan
berbagai manfaat lainnya. Dan kami menyarankan kepada Pemerintah agar mulai
mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai biogas ini. Dan hendaknya
pemerintah mulai bekerjasama dengan masyarakat secara kooperatif membangun
instalasi biogas didaerah masing-masng guna mengurangi tingkat kelangkaan bahan
bakar. Meskipun telah dimulai, namun pelaksanaannya kurang pengawasan dari
pemerintah. Jadi, guna keberhasilan itu pemerintah mengawasi dengan baik. Dan
juga pemerintah hendaknya melarang keras peda oknum-oknum yang menebang hutan
untuk dijadikan kayu bakar, guna lebih mengurangi pencemaran udara.
Daftar Pustaka
Widodo, Teguh
Wikan dan A. Asari. 2009. Teori dan Konstruksi Instalasi Biogas. (Online), (http://www.ceem.unsw.edu.au)
Neutron,
Taufiqullah. 2010. Bakteri Pembuat Biogas.
(Online), (http://www.masteropik.blogspot.com)
Pambudi,
Agung N. 2008. Pembuatan Biogas dari
Kotoran Sapi sebagai Alternatif untuk Mencapai Swadaya Energi. (Online), (http://www.riekonaicha.co.cc)
(Online), (http://www.manglayang.blogsome.com/biogas-infrastruktur-part4/)
(Online), (http://www.energi.lipi.go.id.)
(Online), (http://www.wikipedia.org/Biogas)
(Online),
(http://www.xteknologi.wordpress.com)
(Online),
(http://www.green.kompasiana.com)
(Online),
(http://www.repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0704392_chapter4.pdf)
(Online),
(http://www.
jateng.litbang.deptan.go.id/ind/images/Publikasi/.../r16.pdf)
(Online), (http://www.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17642/.../Chapter%20II.pdf)