Saturday, September 3, 2016

Karya Tulis BIOGAS DARI LIMBAH ORGANIK SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF



 
PENDAHULUAN

1.1        LATAR BELAKANG
   Minyak mentah yang terkandung di dalam bumi ini, semakin hari semakin berkurang intensitasnya karena maraknya penambangan sektor industri energi. Selain itu, minyak tersebut tidak bisa di perbarui sehingga tidak mungkin energi tersebut bisa bertambah. Kelangkaan bahan bakar minyak, yang juga disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat mengatasi masalah energi bersama-sama (Kompas, 23 Juni 2005).
Kenaikan harga yang mencapai 58 dollar Amerika Serikat ini termasuk luar biasa sebab biasanya terjadi saat musim dingin di negara-negara yang mempunyai empat musim di Eropa dan Amerika Serikat. Masalah ini memang pelik sebagaimana dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuan dengan para gubernur di Pontianak, Kalimantan Barat, tanggal 22 Juni 2005, dan mengajak masyarakat melakukan penghematan energi di seluruh Tanah Air.
Penghematan ini sebetulnya harus telah kita gerakkan sejak dahulu karena pasokan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi adalah sumber energi fosil yang tidak dapat diperbarui, sedangkan permintaan naik terus, demikian pula harganya sehingga tidak ada stabilitas keseimbangan permintaan dan penawaran. Salah satu jalan untuk menghemat bahan bakar minyak (BBM) adalah mencari sumber energi alternatif yang dapat diperbarui

Kebutuhan bahan bakar bagi penduduk berpendapatan rendah maupun miskin, terutama di pedesaan, sebagian besar dipenuhi oleh minyak tanah yang memang dirasakan terjangkau karena disubsidi oleh pemerintah. Namun karena digunakan untuk industri atau usaha lainnya, kadang-kadang terjadi kelangkaan persediaan minyak tanah di pasar. Selain itu mereka yang tinggal di dekat kawasan hutan berusaha mencari kayu bakar, baik dari ranting-ranting kering dan tidak jarang pula menebangi pohon-pohon di hutan yang terlarang untuk ditebangi, sehingga lambat laun mengancam kelestarian alam di sekitar kawasan hutan.
Sebetulnya sumber energi alternatif cukup tersedia. Misalnya, energi matahari di musim kemarau atau musim kering, energi angin dan air. Tenaga air memang paling banyak dimanfaatkan dalam bentuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), namun bagi sumber energi lain belum kelihatan secara signifikan. Energi terbarukan lain yang dapat dihasilkan dengan teknologi tepat guna yang relatif lebih sederhana dan sesuai untuk daerah pedesaan adalah energi dengan memanfaatkan kotoran ternak, bahkan tinja manusia, sisa-sisa panenan seperti jerami, sekam dan daun-daunan sortiran sayur dan sebagainya dengan mengkonvensikannya menjadi gas metana (CH4) yang di sebut Biogas. Biogas secara singakat dapat di artikan sebagai gas yang di produksi oleh makhluk hidup, untuk di manfaatkan sebagai pengganti minyak, khususnya minyak tanah, kayu bakar, ataupun elpiji.
Proses pembuatan biogas tergolong praktis, karena pembuatannya tidak rumit dan bisa di lakukan secara kooperatif oleh semua komponen masyarakat, bahan pembuatannya yang mudah di dapatkan, instalasi (pemasangan) yang mudah dan harga yang relatif rendah dan terjangkau. Potensi ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m3 biogas dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. Di samping itu pupuk organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil pula. Biogas juga dapat dibakar seperti elpiji, dan dalam skala besar biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik, sehingga dapat dijadikan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan.
Dengan penggunaan biogas ini bagi masyarakat, diharapkan beban masyarakat bisa di kurangi khususnya dalam masalah bahan bakar yang langka dan harga bahan bakar yang kurang terjangkau. Harapan kami, dengan pembuatan biogas ini masyarakat bisa memanfaatkan limbah-limbah organik yang terbuang percuma supaya masyarakat tidak susah lagi membeli minyak tanah, menggunakan kayu bakar, atau memakai elpiji untuk aktivitas di dapur dan sektor industri yang cenderung dan relatif mahal. Selain itu, limbah-limbah alami yang diproduksi hewan ternak, yang oleh peternaknya dibiarkan terbuang begitu saja tanpa ada usaha untuk pemanfaatannya. Dan ironisnya lagi, hewan-hewan ternak itu dilepaskan berkeliaran di lingkungan warga, sehingga memberikan peluang kepada hewan-hewan ternak itu membuang limbah alaminya tersebut dimana dia suka seperti dijalan, dihalaman rumah, dan lingkungan kita. Mengenai hal ini, pemerintah Kecamatan Kuok khususnya sering memberikan peringatan kepada peternak agar jangan melepaskan hewan ternaknya berkeliaran dilingkungannya. Namun, hal itu belum diindahkan oleh warga Kecamatan Kuok, sehingga masih terdapat kasus demikian yang sebenarnya hal itu menjadi permasalahan tersendiri bagi lingkungan masyarakat Kuok.
Hal itu bisa dicarikan solusinya bahwa jika seandainya tetap tidak dipatuhi himbauan itu oleh masyarakat dapat ambil jalan tengah yaitu dengan mengolah limbah-limbah alami tersebut, yaitu dengan merubah limbah-limbah itu menjadi gas yang dibutuhkan masyarakat dengan mengolahnya sebaik mungkin sehingga lingkungan bisa bersih dari kotoran. Sehingga para peternak tertarik untuk menempatkan ternaknya dalam suatu kandang agar mudah mengambil kotoran yang akan dikonversi manjadi metana itu, lalu himbauan Pemerintah secara tak langsung telah diindahkan masyarakat. Akhirnya, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua komponen masyarakat.

1.2        Rumusan Masalah
1.      Apakah penggunaan dan pemilihan starter biogas memberikan kontribusi pada laju reaksi dan waktu untuk menghasilkan biogas?
2.      Apa komponen yang terdapat dalam biogas?
3.      Apa faktor yang mempengaruhi ketidakberhasilan dalam proses pembuatan Biogas dari kotoran hewan ternak?

1.3        Tujuan Penelitian
          Tujuan dari penelitian dan percobaan ini yaitu untuk :
a.       Memberikan solusi bagi masyarakat dalam meminimalisir masalah bahan bakar.
b.      Menumbuhkan sikap berkooratif dalam masyarakat.
c.       Tujuan utama dalam implementasi biogas biasanya adalah sebagai energi pengganti yang dapat mengurangi biaya yang diperlukan untuk memasak
d.      Memberikan pengetahuan (knowledge) mengenai biogas kepada masyarakat dan memberikan contoh yang baik bagi generasi selanjutnya agar memanfaatkan limbah-limbah organik yang terbuang menjadi alternatif dalam masalah bahan bakar.
e.       Membantu pemerintah dalam memecahkan masalah pelestarian lingkungan dan bahan bakar.
f.       Memperkenalkan kepada masyarakat tentang biogas yang merupakan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan.
g.      Memanifestasikan perintah ataupun permintaan dari guru pembimbing untuk menyusun karya ilmiah.
1.4        Hipotesis
  1. Penggunaan dan pemilihan starter biogas dapat mempengaruhi laju reaksi untuk memproduksi biogas.
  2. Gas-gas alam hasil fermentasi antara kotoran hewan dengan air dan starternya.
  3. Kesalahan dalam pencampuran bahan-bahan, faktor termperatur dan kurang teliti dan cermat dalam melakukan percobaan.

1.5        Kegunaan
  1. Biogas merupakan energi tanpa menggunakan material yang masih memiliki manfaat termasuk biomassa sehingga biogas tidak merusak keseimbangan karbondioksida yang diakibatkan oleh penggundulan hutan (deforestation) dan perusakan tanah.
  2. Energi biogas dapat berfungsi sebagai energi pengganti bahan bakar fosil sehingga akan menurunkan gas rumah kaca di atmosfer dan emisi lainnya.
  3. Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang keberadaannya diatmosfer akan meningkatkan temperatur, dengan menggunakan biogas sebagai bahan bakar maka akan mengurangi gas metana di udara.
  4. Limbah berupa sampah kotoran ternak, tinja manusia dan limbah organik lainnya merupakan material yang tidak bermanfaaat, bahkan bisa mengakibatkan racun yang sangat berbahaya. Aplikasi anaerobik digestion akan meminimalkan efek tersebut dan meningkatkan nilai manfaat dari limbah.
e.       Sisa-sisa proses pembuatan biogas yang menghasilkan pupuk organik (kompos) yang membantu para petani dan juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan lain-lain tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia. Pupuk organik dari biogas telah dicobakan pada tanaman jagung, bawang merah dan padi.
f.       Pengembangan sistem biogas dapat meningkatkan standar hidup yang berarti juga akan meningkatkan laju perekonomian masyarakat, terutama dipedesaan.
g.      Menumbuhkan sebuah pola kehidupan pedesaan yang baik yang menunjang kemandirian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1    Biogas

        Difinisi dari Biogas menurut Webster’s Dictionary mendefinisikan campuran “dari metana dan karbon dioksida yang dihasilkan oleh dekomposisi bakteri limbah organik dan digunakan sebagai bahan bakar …”. Secara umum terbentuknya biogas adalah melalui proses degradasi limbah baik dari limbah pertanian, kotoran hewan, dan kotoran manusia atau campurannya yang dicampur dengan air dan ditempatkan dalam tempat yang tertutup atau dalam kondisi anaerob/kedap udara (Hadi dkk., 1982). Keadaan anaerob ini dapat terjadi secara buatan yaitu dengan membuat digester sebagai tempat terjadinya proses degradasi limbah organik (Fry dan Mevil, 1973). Kondisi anaerob dalam bak pencerna inilah yang kemudian berkembang dengan bermaca-macam bentuk dan bahan yang digunakan.
Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas metana (CH4) dan gas karbondiokasida (Simanora, 1989).
Maka, dapat didefinisikan bahwa Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik anaerobik (bakteri penghasil gas metan yang hanya dapat hidup dalam kondisi bebas oksigen) dari proses perombakan bahan-bahan organik seperti limbah kotoran sapi, babi, bahkan manusia. Salah satu jenis biogas diproduksi oleh pencernaan anaerobik atau fermentasi dari bahan biodegradable seperti biomassa, pupuk kandang atau kotoran, sampah, limbah hijau dan energi jenis crop. Biogas terdiri dari metana (50 – 70%), karbon dioksida (30% – 40%) gas hidrogen (5% – 10%) dan gas-gas lainnya dalam intensitas yang sedikit. Biogas memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800 – 6700 Kkal / m3, untuk gas metana murni (100%) mempunyai nilai kalor 8900 Kkal / m3. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit.
Sejarah penemuan proses anaerobik digestion untuk menghasilkan biogas tersebar dibenua Eropa. Penemuan ilmuan Alessandro Volta terhadap gas yang dikeluarkan dirawa-rawa terjadi pada tahun 1770, beberapa dekade kemudian Avogadro mengidentifikasikan tentang gas metana. Setelah tahun 1875 dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari proses anaerobik digestion. Tahun 1884 Pateour melakukan penelitian tantang biogas menggunakan kotoran hewan. Era penelitian Pasteour menjadi landasan untuk penelitian biogas hingga saat ini. Pada akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Di Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua perang dunia dan beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama perang dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan. Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900 (Burhani Rahman, http://www.energi.lipi.gi.id).


2.2   Matana (CH4)

Pada dasarnya, sampah organik terurai secara alami oleh bakteri anaerob dan menghasilkan gas. Gas inilah yang disebut gas metana yang dihasilkan oleh kerja bakteri. Di dalam tangki tertutup, bakteri saprofit dalam kotoran hewan akan terus berkembang biak dan bekerja memecah senyawa organik dan menghasilkan gas metana.  Gas ini tidak menimbulkan bau. Gas hasil kerja bakteri ini dapat ditampung dan disalurkan ke rumah-rumah untuk dimanfaatkan dalam proses pembakaran, misalnya untuk memasak. Biogas dapat menimbulkan nyala api, seperti nyala api gas elpiji. Biogas ini nantinya diharapkan dapat menggantikan elpiji. Selain dapat menghemat, penggunaan biogas secara ekologis juga sangat bermanfaat.
Diantara karakteristik gas matana (CH4) yaitu : Biogas kira-kira memiliki berat 20% lebih ringan dibandingkan udara dan memiliki suhu pembakaran antara 650°C – 750°C, Biogas tidak berbau dan berwarna yang apabila dibakar akan menghasilkan nyala api biru cerah seperti gas LPG, Nilai kalor gas metana adalah 20 MJ/ m3 dengan efisiensi pembakaran 60 persen pada konvesional kompor biogas.
            Gas metan yang dihasilkan dari proses “bersih” kemudian dapat digunakan untuk daya dan panas kemudian mengganti sumber-sumber tradisional kita. Dari perspektif lingkungan, proses alami ini kemudian bisa mengurangi polusi, gas rumah kaca dan bau. Peluang luar memiliki sumber energi hijau dan terbarukan (yang bisa berupa produk dijual), juga mencakup transformasi limbah organik menjadi suatu produk yang sangat khusus bio-pupuk organik.

2.3   Starter
            Starter disebut juga laju pengumpanan untuk menghasilkan biogas. Starter adalah semacam katalis yang berupa senyawa atau cairan yang mengandung bakteri penghasil metana. Starter digunakan untuk mempercepat produksi biogas dan kuantitas metana yang dihasilkan. Starter ini bisa didapat secara alami atau buatan. Starter alami contohnya lumpur aktif (lumpur bekas air comberan), air resapan sampah, cairan septik tank, timbunan kotoran dan air nenas. Sedangkan starter buatan adalah senyawa yang mengandung bakteri metana lalu dikembangkan dilaboratorium dengan rekayasa tertentu seperti EM4. EM4 merupakan senyawa kimia sejenis pupuk bagi tumbuhan dan stimulan bagi hewan, sehingga untuk mendapatkan EM4 bisa ditemukan ditoko pertanian atau pupuk. Perlu diingatkan bahwa, EM4 yang diperlukan yaitu EM4 untuk tumbuhan, bukan EM4 untuk hewan. Hal tersebut dikarenakan bahwa, kotoran ternak yang akan diuraikan EM4 dengan cepat umumnya berasal dari tumbuhan. Untuk menghasilkan metana memang tidak harus memerlukan starter. Namun, jika tidak menggunakan starter maka waktu yang diperlukan untuk memperoleh metana lebih lama. Oleh karena itu, maksud dicampurkan starter ini adalah untuk mempersingkat waktu untuk memperoleh biogas.

2.4   Bakteri Methanogen
            Bakteri ada yang hidup secara saprofit dalam kotoran hewan contohnya bakteri metanogenik anaerobik (bakteri penghasil gas metan yang hanya dapat hidup dalam kondisi bebas oksigen) yang akan terus berkembang biak dan bekerja memecah senyawa organik yang terdapat dalam kotoran sehingga menghasilkan gas metana. Bakteri inilah yang sering dimanfaatkan untuk pembuatan biogas. Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan.
Bakteri metanogenik berkembang lambat dan sensitif terhadap perubahan mendadak pada kondisi-kondisi fisik dan kimiawi. Sebagai contoh, penurunan 2°C secara mendadak pada slurry mungkin secara signifikan berpengaruh pada pertumbuhannya dan laju produksi gas (Langrange, 1979).
            Ada tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan biogas, yaitu:
  1. Kelompok bakteri fermentatif: Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae
  2. Kelompok bakteri asetogenik: Desulfovibrio
  3. Kelompok bakteri metana: Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus
Bakteri methanogen secara alami dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti: air bersih, endapan air laut, sapi, kambing, lumpur (sludge) kotoran anaerob ataupun TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Kebutuhan akan Bakteri Methanogenik cukup signifikan untuk memperoleh biogas.

2.5   Biodigester (Reaktor)
            Untuk menghasilkan biogas, dibutuhkan sebuah wadah pembangkit biogas yang disebut biodigester (reaktor). Pemanfaatan biogas melalui pembuatan biodigester dipilih karena efek multifungsi dari outlet digester tersebut. Digester merupakan “fermentor” untuk mengolah limbah kotoran sapi atau bahan organik lainnya dalam kondisi kedap udara. Kotoran sapi dapat difermentasi oleh bakteri methanogen menghasilkan biogas berupa gas metan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif murah dan ramah lingkungan bagi masyarakat. Adanya pengolahan limbah kotoran sapi dengan menggunakan digester biogas juga dapat membunuh bakteri patogen yang terdapat di limbah tersebut sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan masyrakat.
            Selama beberapa tahun, masyarakat pedesaan di seluruh dunia telah menggunakan biodigester untuk mengubah limbah pertanian dan peternakan yang mereka miliki menjadi bahan bakar gas. Pada umumnya, biodigester dimanfaatkan pada skala rumah tangga. Namun tidak menutup kemungkinan untuk dimanfaatkan pada skala yang lebih besar (komunitas). Biodigester mudah untuk dibuat dan diperasikan. Beberapa keuntungan yang dimiliki oleh biodigester bagi rumah tangga dan komunitas antara lain :
  • Mengurangi penggunaan bahan bakar lain (minyak tanah, kayu, dan lain-lain) oleh rumah tangga maupun komunitas
  • Menghasilkan pupuk organik berkualitas tinggi sebagai hasil sampingan
  • Menjadi metode pengolahan sampah (raw waste) yang baik dan mengurangi pembuangan sampah ke lingkungan (aliran air/sungai)
  • Meningkatkan kualitas udara karena mengurangi asap dan jumlah karbodioksida akibat pembakaran bahan bakar minyak/kayu bakar
  • Secara ekonomi, murah dalam instalasi serta menjadi investasi yang menguntungkan dalam jangka panjang.
            Dalam pembangunan biodigester, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu : Lingkungan abiotis. Biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan abiotis (tanpa kontak langsung dengan Oksigen (O2). Udara (O2) yang memasuki biodigester menyebabkan penurunan produksi metana, karena bakteri berkembang pada kondisi yang tidak sepenuhnya anaerob.
Temperatur – Secara umum, ada 3 rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri, yaitu:
  1. Psicrophilic (suhu 4°C – 20°C) biasanya untuk negara-negara subtropics atau beriklim dingin
  2. Mesophilic (suhu 20°C – 40°C)
  3. Thermophilic (suhu 40°C – 60°C) hanya untuk mendigesti material, bukan untuk menghasilkan biogas.
            Untuk negara tropis seperti Indonesia, digunakan unheated digester (digester tanpa pemanasan) untuk kondisi temperatur tanah 20 – 30 C. Derajat keasaman (pH) – Bakteri berkembang dengan baik pada keadaan yang agak asam (pH antara 6,6 – 7,0) dan pH tidak boleh di bawah 6,2. Karena itu, kunci utama dalam kesuksesan operasional biodigester adalah dengan menjaga agar temperatur konstan (tetap) dan input material sesuai. Rasio C/N bahan isian – Sarat ideal untuk proses digesti adalah C/N = 25 – 30. Karena itu, untuk mendapatkan produksi biogas yang tinggi, maka penambangan bahan yang mengandung karbon (C) seperti jerami, atau N (misalnya: urea) perlu dilakukan untuk mencapai rasio C/N = 25 – 30.

Di Indonesia, umumnya masyarakat telah mengembangkan biogas dengan menggunakan tipe biodigester tipe Fixed Dome (China Type). Hasil identifikasi masalah dengan cara studi literatur, konsultasi teknis dan kunjungan lapang diperoleh kesimpulan bahwa digester tipe Fixed Dome (China Type) dipilih untuk dapat dikembangkan yang prosedurnya relatif mudah. Beberapa alasannya adalah :
   (a)     Umur ekonomis dapat mencapai 20-25 tahun,
   (b)    Terbuat dari bahan-bahan lokal,
   (c)     Konstruksi berupa dome sehingga mampu menahan beban baik di dalam maupun di
            atas permukaan tanah,
   (d)    Konstruksi terdapat dibawah permukaan tanah sehingga kestabilan suhu
            bahan didalam digester dapat terjamin,
   (e)     Penghematan penggunaan lahan,
   (f)     Operasional alat mudah dilakukan,
   (g)    Perawatan relatif mudah dan murah.

            Biodigester ini memiliki volume tetap sehingga produksi gas akan meningkatkan tekanan dalam reaktor (biodigester). Karena itu, dalam konstruksi ini gas yang terbentuk akan segera dialirkan ke pengumpul gas di luar reaktor. Dalam pengempul gas itulah gas metana yang dibutuhkan.
                                                           












BAB III
METODE PENELITIAN

3.1   Rancangan Penelitian
            Rancangan ini menggunakan metode eksperimen dengan variabel bebas berupa kotoran ternak yang dicampur dengan starternya seperti dengan EM4, gula, nenas, EM4 + Gula. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah banyaknya gas metana (CH4) yang dihasilkan.

3.2   Waktu dan Tempat Penelitian
            Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 28 September 2011 – 30 Oktober 2011. Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia MAN Kuok.

3.3   Alat dan Bahan
  a.  Alat                                                b.  Bahan     
     -  Kaleng cat bekas ukuran besar       -  Kotoran kerbau / sapi
     -  Lem Lilin / Lem Kaca                     -  Starter (seperti : Gula, EM4, nenas, EM4 + Gula)
     -  Wadah / ember                                -  Air
     -  Pengaduk           
     -  Pipa Paralon
     -  Keran Air
     -  Tubles
     -  Kompor
     -  Selang
     -  Plastik PVC ukuran 1 kg – 4 kg
     -  Penjepit


3.4   Cara Kerja
       1.  Menyediakan dan menyusun alat dan bahan seperti gambar berikut :


 


Keterangan : 1) Saluran input dibuat sampai dipermukaan bawah tabung. Tujuan utama saluran input adalah supaya ketika  ingin mengganti larutan kotoran lama yang telah bereaksi dengan larutan yang baru, maka limbahnya mengambang dipermuakaan larutan, sehingga limbah yang mengambang tersebut keluar melaui kran saluran pembuangan limbah biogas. Limbah inilah yang dijadikan pupuk.
                        2) Tutup rapat penutup kaleng dengan menggunakan lem lilin/lem kaca atau dengan perekat lain yang efektif untuk menghalangi celah-celah yang menyebabkan keluarnya gas. Dan pastikan juga saluran input dan keran saluran pembuangan tidak ada celah, maka sebaiknya kedua saluran ini juga diberikan perekat.
                        3) Penjepit digunakan untuk menghalangi gas agar tidak keluar saat tidak digunakan untuk dialirkan ke kompor.

       2.   Setelah pengerjaan digester selesai, menyiapkan wadah/ember sementara untuk
             mengolah kotoran organik.
 

3.   Mencampurkan kotoran ternak dengan air dengan perbandingan 1:1 dalam wadah
             sementara.
       4.   Larutan diaduk hingga rata sampai terbentuk lumpur. Bentuk lumpur akan
             mempermudah pemasukan bahan-bahan kedalam digester melalui saluran input.
             Pengaduk boleh terbuat dari apa saja seperti kayu, besi, dan lain-lain.
       5.   Menambahkan starter kedalam lumpur kotoran yang telah terbentuk sebelumnya.
             Jika menggunakan starter EM4, penggunaannya 1 liter/cc. Artinya setiap 1 liter
             larutan diperlukan 1 cc EM4.
       6.   Lalu bahan dimasukkan kedalam reaktor melalui saluran input. Pada pengisian
             Pertama, kran saluran pembuangan yang ada disamping digester dibuka agar
             pemasukan lebih mudah dan udara yang ada didalam digester terdesak keluar,
             sehingga didalam reaktor keadaan lebih anaerobik seperti yang diharuskan. Pada
             pengisian pertama ini dibutuhkan lumpur kotoran sapi dalam jumlah yang banyak
             sampai setinggi keran pembuangan, lalu tutup rapat semua saluran yang bisa
            dilalui gas, seperti saluran input dan kran saluran pembuangan agar terjadi
            fermentasi anaerob yang memiliki kefektifan lebih.
       7.   Tunggu dalam waktu lebih kurang dua minggu hingga satu bulan untuk
 mendapatkan gas metana (CH4). Dalam kurun waktu tersebut larutan harus diaduk
 beberapa kali agar bakteri methanogen menguraikan kotoran secara keseluruhan
       8.  Selama kurun waktu diperoleh biogas, bahan-bahan harus secara
 berkesinambungan harus diperbarui setiap hari. Prosedurnya yaitu buka tutup keran
 pembuangan, maka limbah yang lama keluar dan ketika itulah masukkan larutan
 baru melalui saluran input. Larutan baru akan bergabung dengan larutan bagian
 bawah melalui paralon lanjutan sehingga larutan akan bertambah dan limbah-
 limbah sisa reaksi yang mengapung dipermukaan atas larutan, naik mendekati
 saluran pembuangan yang menyebabkan keluarnya limbah sisa fermentasi tersebut.
             Sisa fermantasi ini juga masih dimanfaatkan yaitu digunakan sebagai pupuk
 organik yang berguna bagi tumbuhan.
       9.   Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1 sampai ke-8 karena yang
 terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru
 terbentuk gas metan (CH4)  dan CO2 mulai menurun. Pada komposisi CH4 54% dan
 CO2 27% maka biogas akan menyala. Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat
 digunakan untuk menyalakan api pada kompor gas atau kebutuhan lainnya. Mulai
 hari ke-14 ini kita sudah bisa menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan.
 Biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi
 lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal
      

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1   Hasil Penelitian
            Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data yang diperoleh disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.1 (a)   Pengamatan pada hari ke-0 dan hari pertama
No
Starter
Pengamatan
Volume
Uap air
Warna
Gas
Gelembung
Endapan
1
EM4
-
-
-
-
-
-
2
Gula
-
-
-
-
-
-
3
EM4 + Gula
-
-
-
-
-
-
5
Nenas
-
-
-
-
-
-
6
Standard (tanpa starter)
-
-
-
-
-
-

Tabel 4.1 (b)   Pengamatan pada hari kedua dan hari ketiga
No
Starter
Pengamatan
Volume
Uap air
Warna
Gas
Gelembung
Endapan
1
EM4
Tetap
Ada
Tetap
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
2
Gula
Tetap
Ada
Tetap
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
3
EM4 + Gula
Tetap
Ada
Tetap
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
5
Nenas
Tetap
Ada
Tetap
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
6
Standard (tanpa starter)
Tetap
Ada
Tetap
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Ket : Gelembung yang diamati adalah gelembung hasil fermentasi bahan-bahan biogas. Posisi gelembung adalah diatas permukaan larutan

Tabel 4.1 (b)   Pengamatan pada hari keempat dan hari kelima
No
Starter
Pengamatan
Volume
Uap air
Warna
Gas
Gelembung
Endapan
1
EM4
Tetap
Ada
Tetap
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
2
Gula
Berkurang
Bertambah
Tetap
Bertambah
Tidak Ada
Ada
3
EM4 + Gula
Tetap
Tidak ada
Tetap
Bertambah
Tidak Ada
Tidak Ada
4
Standard (tanpa starter)
Tetap
Ada
Tetap
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Ket : Standard : Tanpa starter, hanya campuran 1:1 antara kotoran ternak dengan air.
Tabel 4.1 (b)   Pengamatan pada hari keenam sampai hari kedelapan
No
Starter
Pengamatan
Volume
Uap air
Warna
Gas
Gelembung
Endapan
1
EM4
Tetap
Sedikit
Tetap
Bertambah
Tidak Ada
Ada
2
Gula
Tetap
Ada
Tetap
Bertambah
Ada
Ada
3
EM4 + Gula
Tetap
Tidak ada
Tetap
Tetap
Ada
Ada
4
Standard (tanpa starter)
Berkurang
Banyak
Tetap
Bertambah
Banyak
Ada


4.2   Pembahasan
            Dari uraian diatas, dapat dianalisa bahwa pada hari ke-0 dan hari pertama dengan menggunakan seluruh jenis starter maupun tanpa starter (Standard) tidak menghasilkan biogas atau gas-gas lainnya dan warnanya masih orisinil yaitu hijau lumut karena belum terjadi fermantasi antara bakteri dengan kotoran ternak. Pada hari kedua dan ketiga hasilnya relatif sama yaitu dengan menggunakan starter gula, sudah menghasilkan uap air dan warnanya tetap/tidak berubah dari hari ke-0 dan hari pertama dan juga menghasilkan sedikit gas. Dengan menggunakan starter nenas dan starter EM4 tidak jauh berbeda dengan hasil starter gula, tetapi dengan menggunakan starter EM4 + Gula tidak menghasilkan uap air.
            Aktifitas anaerobik bakteri fermentator terus berkembang. Sehingga pada hari keempat dan kelima, dengan menggunakan starter gula gas yang dihasilkan semakin bertambah. Hal itu dibuktikan dengan bertambah besarnya plastik penampung gas. Dan dengan menggunakan starter nenas warnanya tetap dan intensitas uap air bertambah. Namun, dengan menggunakan starter EM4 warnanya berubah seperti warna kuning kehijau-hijauan. Dan pada hari ke enam sampai hari kedelapan, dengan menggunakan starter EM4, gula dan standard gas yang dihasilkan bertambah. Namun, pada starter EM4 gelembung pada permukaan larutan tidak ada. Hal itu disebabkan oleh aktivitas bakteri Mathanogen yang terkandung dalam EM4.
            Perlu diperhatikan bahwa, untuk memperoleh biogas membutuhkan waktu lebih kurang dua minggu hingga satu bulan. Berdasarkan literatur yang diperoleh, bahwa pada hari pertama sampai hari ke delapan gas yang dihasilkan itu adalah CO2. Maka, gas yang diperoleh pada hari pertama sampai hari kedelapan sebaiknya dibuang, karena tidak diperlukan dan memperkecil ruang gas metana pada penampung gas. Setelah gas tersebut dibuang, pasang kembali penampung gas dengan rapat guna menghalangi gas keluar dari penampung gas. Gas baru yang dihasilkan selanjutnya adalah Biogas/gas metana (CH4) yang dibutuhkan.
            Larutan yang terdapat didalam biodigester tersebut selalu ditambah setiap hari dan sesekali diaduk, sedangkan yang sudah diolah dikeluarkan melalui saluran pengeluaran. Sisa dari limbah yang telah dicerna oleh bakteri methan atau bakteri biogas, yang disebut slurry atau lumpur, mempunyai kandungan hara yang sama dengan pupuk organik yang telah matang sebagaimana halnya kompos sehingga dapat langsung digunakan untuk memupuk tanaman, atau jika akan disimpan atau diperjualbelikan dapat dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dimasukkan ke dalam karung.
            Bahan baku limbah organik, berfungsi sebagai sumber unsur karbon dan nitrogen, yang selanjutnya digunakan untuk aktivitas reaksi kimia dan pertumbuhan mikroorganisme melalui tiga tahap reaksi kimia (proses dekomposisi anaerob; Noegroho Hadi, 1980, Saubolle, 1978 dan Anonymous, 1977). Agar proses terbentuknya biogas berjalan sesuai yang diharapkan, artinya dapat menghasilkan gas metan, maka diperlukan persyaratan persyaratan tertentu (Anonymous, 2003; Suriawiria, 2005; Kadarwati, 2003; Saubolle, 1978) diantaranya :

1.  C/N Rasio, kandungan unsur C (karbon) dan N (nitrogen) yang dikenal dengan C/N.
     Rasio antara 20 – 25. Inilah rasio yang ideal untuk menghasilkan biogas. Berikut tabel
     daftar Rasio C/N :
Bahan Organik
N dalam %
C/N
Kotoran Manusia
6
5,9-10
Kotoran Sapi
1,7
16,6-25
Kotoran Babi
3,8
6,2-12,5
Kotoran Ayam
6,3
5-7,1
Kotoran Kuda
2,3
25
Kotoran Domba
3,8
33
Jerami
4
12,5-25
Lucemes
2,8
16,6
Alga
1,9
100
Gandum
1,1
50
Serbuk Jerami
0,5
100-125
Ampas Tebu
0,3
140
Serbuk Gergaji
0,1
200-500
Kol
3,6
12,5
Tomat
3,3
12,5
Mustard (Runch)
1,5
25
Kulit Kentang
1,5
25
Sekam
0,6
67
Bonggol Jagung
0,8
50
Daun yang gugur
1
50
Batang Kedelai
1,3
33
Kacang Toge
0,6
20
                      Sumber : Kaltwasser, 1980

2.  Kandungan air, bahan baku yang paling baik untuk menghasilkan biogas adalah bahan yang mengandung 7% – 9 % bahan kering (BK) atau kandungan airnya 93% – 99 % air.
3.  Jasad renik/mikro organisma, Bakteri pembentuk asam antara lain : Pseudomonas, Escherichia, Flavobacterium, dan Alcaligenes yang mendegradasi bahan organik menjadi asam-asam lemak. Selanjutnya asam asam lemak didegradasi menjadi biogas yang sebagian besar adalah gas methan oleh bakteri methan antara lain: Methanobacterium, Methanosarcina, dan Methanococcus (Sahidu dan Sirajuddin, 1983).
4.  Udara (oksigen), persyaratan yang penting dalam proses pembuatan biogas, adalah tidak diperlukannya udara sama sekali (anaerob).
5.  Temperatur, proses fermentasi anaerobik dapat berlangsung pada kisaran 5°C sampai 55°C, sedangkan temperatur optimumnya 35°C.
6.  Derajat Keasaman (pH), kondisi pH paling optimal untuk aktivitas bakteri ini berkisar antara 6,8 sampai 8.
7.  Pengadukan, maksud pengadukan adalah agar bahan baku menjadi homogen sehingga dapat diproses dengan cepat. Baku yang sukar dicerna, seperti lignin akan membentuk lapisan kerak pada permukaan cairan, lapisan ini dapat dipecah dengan alat pengaduk.
8.  Bahan penghambat, bahan yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme antara lain, logam berat seperti tembaga (Cu), cadmium (Cd), dan kromium (Cr). Selain itu desinfektan, deterjen dan antibiotik.

            Tahap metanogenik, merupakan tahap dominasi perkembangan sel mikroorganisme dengan spesies tertentu yang menghasilkan gas metan. Bahan organik yang dimasukkan ke dalam digester kedap udara akan dicerna/diproses oleh bakteri anaerob menghasilkan gas yang kemudian disebut biogas. Biogas merupakan gabungan antara gas metan (CH4) dengan CO2 atau gas karbondioksida dengan perbandingan 65 : 35. Biogas yang telah terkumpul di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya.
Untuk permulaan memang diperlukan biaya untuk membangun pembangkit (digester) biogas yang relatif besar bagi penduduk pedesaan. Namun sekali berdiri, alat tersebut dapat dipergunakan dan menghasilkan biogas selama bertahun-tahun. Untuk ukuran 8 meter kubik tipe kubah alat ini, cocok bagi petani yang memiliki 3 ekor sapi atau 8 ekor kambing atau 100 ekor ayam di samping juga mempunyai sumber air yang cukup dan limbah tanaman sebagai pelengkap biomassa. Setiap unit yang diisi sebanyak 80 kilogram kotoran sapi yang dicampur 80 liter air dan potongan limbah lainnya dapat menghasilkan 1 meter kubik biogas yang dapat dipergunakan untuk memasak dan penerangan. Biogas cocok dikembangkan di daerah-daerah yang memiliki biomassa berlimpah, terutama di sentra-sentra produksi padi dan ternak di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, dan lain-lain. Maka jika tidak sanggup dalam skala besar, bisa dibuat dalam skala kecil yaitu untuk keperluan pribadi. Dalam skala kecil ini, bisa menggunakan bahan-bahan bekas yang ada disekitar lingkungan, seperti cat bekas yang berukuran besar, peralon dan kran yang tidak terpakai, dan jenis lainnya.

Pembangkit biogas juga cocok dibangun untuk peternakan sapi perah atau peternakan ayam dengan mendesain pengaliran tinja ternak ke dalam digester. Kompleks perumahan juga dapat dirancang untuk menyalurkan tinja ke tempat pengolahan biogas bersama. Negara-negara maju banyak yang menerapkan sistem ini sebagai bagian usaha untuk daur ulang dan mengurangi polusi dan biaya pengelolaan limbah. Jadi dapat disimpulkan bahwa biogas mempunyai berbagai manfaat, yaitu menghasilkan gas, ikut menjaga kelestarian lingkungan, mengurangi polusi dan meningkatkan kebersihan dan kesehatan, serta penghasil pupuk organik yang bermutu. Pupuk organik siap pakai baik dalam bentuk padat atau cair kaya akan unsur Nitrogen (N), hal ini dapat ditelusuri dari unsur-unsur yang terdapat pada bahan baku yang digunakan. Bahan baku biogas dalam hal ini kotoran ternak sapi, merupakan bahan organik yang mempunyai kandungan Nitrogen (N) tinggi disamping unsur C, H dan O. Selama proses pembuatan biogas unsur-unsur C, H, dan O akan membentuk CH4 dan CO2, sedangkan kandungan N yang ada masih tetap bertahan dalam sisa bahan setelah diproses, yang akhirnya akan menjadi sumber N bagi pupuk organik (Suriawiria, 2005).

Untuk menuai hasil yang signifikan, memang diperlukan gerakan secara massal, terarah, dan terencana meliputi pengembangan teknologi, penyuluhan, dan pendampingan. Dalam jangka panjang, gerakan pengembangan biogas dapat membantu penghematan sumber daya minyak bumi dan sumber daya kehutanan. Mengenai pembiayaannya mungkin secara bertahap sebagian subsidi BBM dialihkan untuk pembangunan unit-unit pembangkit biogas. Melalui jalan ini, mungkin imbauan pemerintah mengajak masyarakat untuk bersama-sama memecahkan masalah energi sebagian dapat direalisasikan. Gas metan, hidrogen dan karbon monoksida dapat dibakar atau dioksidasi dengan oksigen. Melepaskan energi ini memungkinkan biogas untuk digunakan sebagai bahan bakar. Hal ini juga dapat digunakan dalam fasilitas pengelolaan sampah modern di tempat yang dapat digunakan untuk menjalankan semua jenis mesin panas, untuk menghasilkan baik tenaga mesin atau listrik. Biogas dapat dikompresi, seperti gas alam, dan digunakan untuk kendaraan bermotor kekuasaan dan di Inggris misalnya diperkirakan memiliki potensi untuk menggantikan sekitar 17 % dari bahan bakar kendaraan fuel. Biogas unrenewable, sehingga memenuhi syarat untuk subsidi energi terbarukan di beberapa bagian dunia.



KESIMPULAN DAN SARAN

5.1   Kesimpulan
            Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa biogas merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan sekaligus merupakan solusi kelangkaan bahan bakar. Biogas mampu mensubsitusikan LPG, minyak tanah, kayu bakar, yang kurang ramah lingkungan, tidak dapat diperbarui (unrenewable) dan harga yang relatif mahal. Proses pembuatannya tergolong mudah, karena pekerjaan utama dari pembuatan bogas ini adalah dengan mencampurkan antara kotoran ternak dengan air yang perbandingannya 1:1. Atau bisa juga campuran 1:1 antara air dengan kotoran ternak tersebut ditambahkan dengan starter seperti EM4, gula, EM4 + Gula, nenas, dan sebagainya.
            Penggunaan starter dalam larutan dapat mempengaruhi berbagai aspek pada proses fermentasi bakteri, seperti warna larutan, uap air, gas yang diperoleh dan sebagainya. Perbedaan antara larutan yang ditambah starter dan yang tidak ditambah starter yaitu kalau larutan yang ditambah starter waktu tinggalnya singkat. Artinya fermentasi bakteri dengan kotoran berlangsung secara cepat karena adanya laju pengumpanan (starter) sehingga gas yang dihasilkan diperoleh dengan jangka watu yang relatif singkat. Namun, jika larutan tersebut tidak ditambahkan starter, maka waktu yang diperlukan untuk memperoleh biogas menjadi lama. Dan gas yang dihasilkan itu bersih, tidak berbau dan ramah lingkungan sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan. Selain itu, limbah proses pembuatan dari kotoran ternak biogas bisa dijadikan menjadi pupuk yang bermutu dan bermanaat bagi pertanian.


5.2   Saran
            Berasarkan keunggulan dari biogas ini, maka kami menyarankan kepada seluruh masyarakat agar mulai mencoba untuk memanfaatkan kotoran ternak atau limbah organik lainnya menjadi biogas karena pada suatu saat akan terjadi kelangkaan bahan bakar minyak tanah, gas LPG dan kayu bakar. Hal dilakukan karena biogas mampu mengurangi pencemaran udara dan berbagai manfaat lainnya. Dan kami menyarankan kepada Pemerintah agar mulai mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai biogas ini. Dan hendaknya pemerintah mulai bekerjasama dengan masyarakat secara kooperatif membangun instalasi biogas didaerah masing-masng guna mengurangi tingkat kelangkaan bahan bakar. Meskipun telah dimulai, namun pelaksanaannya kurang pengawasan dari pemerintah. Jadi, guna keberhasilan itu pemerintah mengawasi dengan baik. Dan juga pemerintah hendaknya melarang keras peda oknum-oknum yang menebang hutan untuk dijadikan kayu bakar, guna lebih mengurangi pencemaran udara.




























Daftar Pustaka

Widodo, Teguh Wikan dan A. Asari. 2009. Teori dan Konstruksi Instalasi Biogas. (Online), (http://www.ceem.unsw.edu.au)

Neutron, Taufiqullah. 2010. Bakteri Pembuat Biogas. (Online), (http://www.masteropik.blogspot.com)

Pambudi, Agung N. 2008. Pembuatan Biogas dari Kotoran Sapi sebagai Alternatif untuk Mencapai Swadaya Energi. (Online), (http://www.riekonaicha.co.cc)

(Online), (http://www.manglayang.blogsome.com/biogas-infrastruktur-part4/)

(Online), (http://www.energi.lipi.go.id.)


(Online), (http://www.xteknologi.wordpress.com)
(Online), (http://www.green.kompasiana.com)
(Online), (http://www.repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0704392_chapter4.pdf)
(Online), (http://www. jateng.litbang.deptan.go.id/ind/images/Publikasi/.../r16.pdf)
(Online), (http://www. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17642/.../Chapter%20II.pdf)