Monday, September 5, 2016

Motivasi Cinta (Jika Ku Harus Memilih Cinta)



Suatu Hari…
Seorang pemuda menatap kosong dan hampa masa depannya. Umurnya yang esok sudah genap seperempat abad. Namun sesuatu yang mengganjal dalam ulu hatinya beberapa bulan ini. Ya, apalagi kalau bukan kehadiran Sang bidadari pujaan hati yang kan menjadi pendamping hidupnya, yang kan menjaga kehormatan dirinya, menggenapkan setengah Dinnya (agamanya), menyuburkan semangat juangnya, dan melahirkan jundi-jundi yang menyejukkan mata dan penawar dahaga cintanya.
Terlebih, Sang Ibu sudah tak sadar tak sabar menimang cucu, Tak sampai disana, Berbagai tekanan saat berjumpa dengan sahabat-sahabat sebayanya yang mayoritas sudah menikah dan mempunyai anak seakan menjadi-jadi.  Kalimat klasik yang mereka tanyakan, “Gimana kabarnya Sahabatku, kapan menikah?”
“Huh… Itu lagi.” Jawabnya lihir.
Bukan…… Bukan karena ia tak mau, bukan pula karena tak mampu. Telah ia rancang persiapan menuju mahligai rumah tangga yang berkah sejak 5 tahun yangg lalu. Tepatnya saat masih di tingkat 3 kuliahnya.
Ia banyak bekerja keras dan ikhtiar menjemput rizki yang halal dan komitmen menyisihkan untuk hal yang satu ini. Namun, masih ada sesuatu yang mengganjal saat ia mencoba untuk yang kesekian kali ta’aruf (mengenal dengan cara syar’i) dengan seorang akhwat, baik yang direkomendasikan oleh Murobbinya (Mentor), maupun dari kabar burung dari beberapa sahabatnya. Alasannya, setiap kali memberanikan untuk ta’aruf, ada ketakutan dalam diri “Jangan-jangan ada yang lebih baik darinya. Daripada tergesa-gesa, lebih baik nanti saja lah.”
“Astaghfirullah…..”
Ia usap muka dan segera mengambil air wudhu. Sholat istikhoroh dan memohon kepada Allah untuk ditunjukkan pendamping terbaik yang akan mendampinginya di belantara dunia sampai menapaki Jannah yang dijanjikan-Nya bagi orang yang menjaga kehormatan dirinya dengan keimanan.
Dalam sujud terakhir, tak terasa iar mata pun berlinang, ia sangat takut bahwa apa yang dikhawatirkan selama ini adalah tipu daya syaitan yang menghalanginya untuk beribadah.
Do’a-do’a pun dipanjatkan. Air mata pun menetes, khusyu’ sekali. “Rabbna hablanaa min azwajinaa wazurriyatina qurrota ayun waj’alna lil muttaqina imamaa.” “Ya Allah Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati kami dan jadikanlah kami imam bagi orang orang yang bertaqwa”
Setelah itu, tak tahu mengapa ingin sekali ia dengarkan nasyid (musik islami) dari laptopnya. Tapi bukan sembarang nasyid, bagaikan seorang wnita yang hamil dan mengidam, ia pun ingin mendengarkan nasyid lawas. Teringat dengan senandung Suara Persaudaraan yang 5 tahun lalu pernah ia dengarkan.
Ia buka layar laptopnya, ia buka folder nasyid lawas, dan Alhamdulullah, nasyid Suara Persaudaraan masih ada…. Ia coba putar satu lagu dengan acak. Sayup-sayup terdengar dengan begitu merdu…

Kulihat bunga di taman
Indah berseri menawan
Cantik anggun dan jelita
Melambai-lambai mempesona

Semerbak bunga setaman
Semerbak warna-warnian
Memancarkan keanggunan sejuk dalam cahaya islam

Ada bertangkai mawar
Kaya akan wewangian
Khasanah yang memerah, kuning ungu dan merah jambu

Ada si lembut melati
Pantulkan putih nan suci
Tebarkan harumnya yang khas tegar derajat di medan ganas
Si kokoh anggrek
Berbaris serumpun menanti siraman kasih sejuk air jernih

Rimbun senyum dahlia
Palingkan gundah hara
Terhenyak aku tersadar
Semua itu bukan tujuan
Tapi bunga islam yang tertaburkan benih iman pilihan
(Suara Persaudaraan, Bimbang)

Sambil tiduran ia dengarkan dengan khusyu’ ba’it demi ba’it dari lagu ini, berdesir rasa kekaguman di bait-bait pertama, senyumnya