Monday, February 13, 2017

Memanifestasikan Karakter Anak yang Patuh kepada Orangtua di Kabupaten Kampar.



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Moral yang baik merupakan komponen utama dalam mewujudkan afektif yang agamis, etis, serta sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga maupun masyarakat. Dengan berbekal moral inilah, kita bisa mengevaluasi atau menilai tindakan kita agar sesuai dengan agama, nilai, dan norma yang berlaku. Disisi lain, zaman modern dewasa ini kondisi moral dan akhlak sudah memprihatinkan. Seperti yang dikatakan oleh As-Sa’id (2005:xviii) sebagai berikut.
Di zaman modern sekarang ini, suasana kehidupan yang diliputi krisis pangan dan keamanan. Kehidupan materialis berdampak sangat negatif terhadap umat, baik berpengaruh cepat atau lambat. Kalaulah kita katakan kondisi tersebut masuk melalui arus budaya barat (westernisasi), niscaya tidak akan dipungkiri banyak orang. Karena bentuk penjajahan pola pikir, budaya dan akhlak yang dilakukan barat, belum pernah dikenal oleh para pendahulu kita (salaful ummah) yang telah dididik langsung oleh Rasulullah SAW dan diajarkan prinsip-prinsip akhlak mulia, pola pikir yang jernih dan mental spiritual.
 Bahkan, hingga para revolusioner bangsa Indonesia sekalipun belum mengenal strategi barat ini. Karena merupakan hal yang kontemporer taktik penjajahan pola pikir, budaya dan akhlak yang dilakukan oleh orang barat untuk menghancurkan akhlak gererasi kita saat ini terutama orangtua dalam mendidik anak.
Diperlukan tindakan untuk mengantisipasi problematika ini yang mulai berkembang pada generasi sekarang. Tindakan tersebut yaitu hanya dengan kembali pada ajaran agama kita, yaitu Islam. Agama Islam dipelopori oleh seorang revolusioner  sejati, Rasulullah SAW. Siapapun tidak akan dapat membantah keteladanan beliau dalam membangun akhlak yang mulia. Beliaulah yang mengajarkan Akhlak Islam kepada segenap manusia. Beliau merupakan sosok orangtua telah mencontohkan bagaimana mendidik keluarga dan anak. Keberhasilan beliau dalam membina keluarga tersebut terus dijadikan teladan oleh orangtua generasi selanjutnya, termasuk di Indonesia semenjak telah tersiarnya agama Islam di bumi pertiwi ini.
Akhlak Islam merupakan masalah penting yang tidak bisa diabaikan dan diremehkan manusia. Untuk mengetahui kebenaran hal itu, kita bisa bandingkan kondisi sekarang ini dengan kondisi generasi umat terbaik, generasi pertama yang telah ridha menerima kedatangan Nabi Muhammad SAW. dengan segenap risalah atau ajaran yang dibawanya. Dan generasi pertama ini konsisten dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam ini. Tentu akan kita dapatkan perbedaan yang menyolok antara kondisi kita dengan kondisi mereka. (As-Sa’id, 2005:xix-xx)
Jauh dari generasi awal tersebut, jika dibandingkan dengan generasi didaerah kita saja khususnya di wilayah kabupaten Kampar, generasi yang berkembang saat ini sudah jauh ketinggalan moral dan akhlaknya dari genarasi sebelumnya. Sesuai adat atau kebiasaan generasi sebelumnya, yang paling dijunjung tinggi yaitu para orangtua secara konsisten dan berkesinambungan melakukan berperan aktif terhadap tindakan anak. Sehingga, perilaku dan tindakan anak secara turun temurun dapat diadopsi dari orangtua yang mengajarkan nilai etis kepada anaknya. Namun, lantaran pada generasi saat ini telah terkontaminasi oleh budaya barat, ajaran generasi sebelumnya lambat laun terkikis habis dengan strategi jitu mereka yaitu penjajahan moral, budaya dan akhlak.
Lalu siapakah yang mampu mengingkari sumber-sumber kerusakan yang telah kita terima dari musuh-musuh dari barat itu, dan sebagian besar kehancuran yang timbul dalam kehidupan kita ini? Sikap generasi sekarang, terutama orangtua yang tanpa kita sadari sudah meniru gaya barat dalam mendidik anak. Sikap para orangtua di dunia barat dalam mendidik anak yang cenderung tidak menekankan akhlak dan moral, sementara orangtua sendiri sibuk dengan pekerjaannya. Orangtua memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada pengawasan dari orang tuanya sudah menjadi fenomena lazim dalam kehidupan kita saat ini. Padahal, anak yang masih minim pengalaman mengenai moral dan akhlak ini sangat membutuhkan bimbingan dari orangtuanya.
Hal demikian juga terjadi di daerah kita, kabupaten Kampar. Kondisi moral di daerah kabupaten Kampar sudah mulai memprihatinkan seiring makin berkurangnya peran orangtua dalam mengawasi anak. Bahkan ironisnya, bukan berperan dalam keluarga, orangtualah yang menindas anak dan hal ini juga terjadi di daerah kabupaten Kampar. Perlu adanya solusi-solusi untuk memperbaiki kembali akhlak dan moral dalam keluarga, supaya terwujudnya keluarga yang ramah anak, keluarga yang bermoral dan sesuai dengan nilai agama dan norma yang berlaku di kehidupan sehari-hari.

1.2    Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana memanifestasikan atau mewujudkan karakter anak yang patuh kepada orangtua di kabupaten Kampar?
1.2.2        Apa faktor-faktor penyebab rusaknya akhlak anak?
1.2.3        Bagaimana data kasus kekerasan terhadap anak di kabupaten Kampar?
1.2.4        Apa relasi antara kekerasan terhadap anak dengan akhlak dan moral anak?

1.3    Hipotesis
1.3.1        Rusaknya akhlak atau moral anak disebabkan oleh kurangnya pengawasan orangtua terhadap tindakan anak.
1.3.2        Kurangnya pengawasan dari orangtua karena telah berkembangnya sikap individualistik yang diadopsi dari dunia barat.

1.4    Tujuan Penulisan
1.4.1        Memotivasi diri agar tidak dipengaruhi oleh dogma-dogma dunia barat dalam merusak akhlak
1.4.2        Memberikan bimbingan kepada orangtua tentang bagaimana mendidik anak yang sesuai dengan nilai agama dan norma yang berlaku
1.4.3        Sebagai ihktiar atau usaha memperbaiki akhlak atau moral buruk anak-anak di kabupaten Kampar
1.4.4        Melatih kemampuan dalam membuat karya tulis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Interaksi
Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial.
Maryati dan Suryawati menyatakan bahwa, “Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok”. Interaksi positif hanya mungkin terjadi apabila terdapat suasana saling mempercayai, menghargai, dan saling mendukung. (http://www.jurnal-sdm.blogspot.com)
Begitu juga halnya dengan hubungan dalam keluarga. Di dalam keluarga merupakan tempat terjadinya interaksi sosial pertama kali oleh seseorang dalam kehidupannya. Dikatakan demikian karena, seorang anak yang baru lahir langsung berinteraksi dengan orangtuanya. Dan merupakan hal yang lazim, interaksi yang dilakukan pertama kali oleh anak dan orangtua tersebut merupakan interaksi yang positif. Dimana, orangtua mengasuh sang anak dengan baik, mendidik dan memenuhi kebutuhan anak, dan sebagainya.
Sayangnya, ketika anak telah menginjak usia pancaroba atau remaja, seringkali mereka tidak sadar akan interaksi positif yang telah diberikan oleh orangtuanya. Maka, perlu dilakukan pembinaan akhlak dan moral anak sejak dini dengan selalu melakukan interaksi yang positif dengan anak yaitu dengan senantiasa memberikan nasehat-nasehat kepada anak. Dengan sesantiasa melakukan interaksi positif ini, seorang anak dapat dibina akhlak dan moralnya oleh orangtua, karena orangtua haruslah menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Bentuk interaksi yang bernilai positif lainnya yaitu hendaknya orangtua mendidik anak dengan benar. Seharusnya, para orangtua benar-benar mendidik anak-anaknya dengan penuh rasa kasih sayang, dan memulainya dengan pendidikan agama, juga benar-benar peduli bagaimana agar anak-anak dapat menunaikan  dan mengamalkan segala perintah Allah SWT. dan meninggalkan larangan-Nya.
Namun, pada zaman sekarang ini masih banyak orangtua yang masih salah dalam mendidik anak. Seperti yang dikatakan oleh Zakariyya (2001:746) sebagai berikut.
Sayangnya, pada zaman ini sebagai orangtua tidak bisa menjauhkan segala kebiasaan dan kebudayaan buruk yang dilakukan anak-anak, bahkan orangtua sendiri yang menyukai adat dan kebiasaan buruk tersebut. Apabila orangtua melihat anaknya kurang mengamalkan agama, maka mereka menghibur diri mereka dengan hanya berharap semoga mereka akan menjadi orang yang baik dan saleh jika mereka sudah mulai beranjak dewasa. Padahal, apabila kebiasaan buruk tersebut selalu dilakukannya sejak kecil, maka ketika anak-anak tersebut mulai dewasa, keburukan itu akan menjadi kebiasaan dan tertanam kuat dalam dirinya. Tak ubahnya seperti menanam rumput, tapi ingin tumbuh gandum, ini adalah hal yang mustahil. Jika orangtua menginginkan agar anak-anak menjadi baik, dan dapat menjaga serta mengamalkan agama dengan baik, dan dapat menjaga serta mengamalkan agama dengan baik, maka orangtua harus memberikan pendidikan agama maupun umum dengan baik.

2.2  Berkarakter
Membangun karakter anak sejak dini, sangat penting bagi orang tua dan guru, harapannya agar anak sejak dini memiliki karakter yang baik. Membangun karekter anak dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal maupun informal.
Semakin meningkatnya perhatian orangtua dan pemerintah terhadap pendidikan anak usia dini, disatu sisi merupakan hal yang sangat menggembirakan. Akan tetapi, disisi lain, seringkali orangtua dan pendidik juga masih memiliki pandangan yang kurang tepat dan sempit tentang proses pelaksanaan pembentukan pribadi pada anak usia dini, yakni terbatas pada kegiatan akademik saja seperti membaca, menulis, menghitung, dan mengasah kreativitas.
Pada dasarnya setiap orang tua mendambakan anak-anak yang cerdas dan berperilaku baik dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga mereka kelak akan menjadi anak-anak yang unggul dan tangguh menghadapi berbagai tantangan dimasa depan. Namun perlu disadari bahwa generasi unggul semacam demikian ini tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Mereka sungguh memerlukan lingkungan subur yang sengaja diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi anak-anak itu dapat tumbuh optimal sehingga menjadi lebih sehat, cerdas dan berperilaku baik. Dalam hal ini orang tua mempunyai peran yang amat penting.
Suasana penuh kasih sayang mau menerima anak sebagaimana adanya, menghargai potensi anak, memberi rangsang-rangsang yang kaya untuk segala aspek perkembangan anak, baik secara kognitif, afektif, sosioemosional, moral, agama, dan psikomotorik, semua sungguh merupakan jawaban nyata bagi tumbuhnya generasi yang berkarakter dimasa yang akan datang.
Pada era globalisasi tidak jarang kehadiran seorang anak justru menimbulkan berbagai masalah dalam suatu keluarga. Berbagai media massa, baik media cetak maupun elektronik menginformasikan kasus-kasus tindak kriminal yang dilakukan oleh anak-anak seperti narkoba, penyimpangan seksual bahkan pembunuhan.
Tindakan-tindakan amoral yang dilakukan oleh anak-anak tersebut pada dasarnya akibat dari kurangnya perhatian orang tua terhadap perkembangan anak dalam setiap jenjang usianya. Orang tua yang terlalu sibuk cenderung membuat anak bebas bertindak mengekspresikan kehendaknya dan rasa ingin tahunya. Budaya ini adalah salah satu budaya barat yang nyatanya telah merusak akhlak dan moral anak.
Suatu keprihatinan yang dirasakan para orang tua adalah bagaimana menanamkan kepada anak-anaknya dengan nilai-nilai, cita-cita dan motivasi yang akan menolong mereka bukan hanya mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, tetapi juga membuat keputusan-keputusan yang benar dan bertanggung jawab.
Karakter yang berkualitas adalah sebuah respon yang sudah teruji berkali-kali dan telah berbuah kemenangan. Seseorang yang berkali-kali melewati kesulitan dengan kemenangan akan memiliki kualitas yang baik. Karakter berbeda dengan kepribadian dan temperamen. Kepribadian adalah respon atau biasa disebut etika yang ditunjukkan ketika berada di tengah-tengah orang banyak, seperti cara berpakaian, berjabat tangan, dan berjalan. Temperamen adalah sifat dasar anak yang dipengaruhi oleh kode genetika orang tua, kakek nenek, dan kakek buyut dan nenek buyut. Sedangkan karakter adalah respon ketika sedang ’diatas’ atau ditinggikan. Apakah anak putus asa, sombong, atau lupa diri. Bentuk respon itulah yang disebut karakter.
Karakter terbentuk dengan dipengaruhi oleh paling sedikit 5 faktor, yaitu: temperamen dasar (dominan, intim, stabil, cermat), keyakinan (apa yang dipercayai, paradigma), pendidikan (apa yang diketahui, wawasan kita), motivasi hidup (apa yang kita rasakan, semangat hidup) dan perjalanan (apa yang telah dialami, masa lalu kita, pola asuh dan lingkungan).
Karakter yang dapat membawa keberhasilan yaitu empati (mengasihi sesama seperti diri sendiri), tahan uji (tetap tabah dan ambil hikmah kehidupan, bersyukur dalam keadaan apapun, dan beriman (percaya bahwa Allah SWT). Ketiga karakter tersebut akan mengarahkan seseorang ke jalan keberhasilan. Empati akan menghasilkan hubungan yang baik, tahan uji akan melahirkan ketekunan dan kualitas, beriman akan membuat segala sesuatu menjadi mungkin. (Megawangi, 2003:19).
Membangun karakter terhadap anak hendaknya menjadikan seorang anak terbiasa untuk berperilaku baik, sehingga ia menjadi terbiasa dan akan merasa bersalah kalau tidak melakukannya. Sebagai contoh, seorang anak yang terbiasa makan tiga kali sehari, akan merasa tidak enak bila makan hanya dua kali sehari. Dengan demikian, kebiasaan baik yang sudah menjadi instink, otomatis akan membuat seorang anak merasa kurang nyaman bila tidak melakukan kebiasaan baik tersebut.
Pendidikan karakter bagi anak adalah solusi yang mujarab yang dapat diharapkan akan mengubah prilaku negatif ke positif. Pertama kurangi jumlah mata pelajaran berbasis kognitif dalam kurikulum-kurikulum pendidikan anak usia dini. Pendidikan intelektual (kognitif) yang berlebihan akan memicu pada ketidak seimbangan aspek-asepk perkembangannya.
Kedua, setelah dikurangi beberapa pelajaran kognitif, tambahkan materi pendidikan karakter. Materi pendidikan karakter tidak identik dengan mengasahkan kemampuan kognitif, tetapi pendidikan ini adalah mengarahkan pengasahan kemampuan affektif. Metode pembelajaran karakter ini dilakukan dengan cerita-cerita keteladan seperti kisah-kisah keteladan nabi-nabi, sahabat-sahabat nabi, pahlawan-pahlawan Islam, dunia, nasional ataupun lokal. Cara lain yang dianggap baik dilakukan adalah dengan contextual learning, yaitu dalam setiap pembelajaran anak-anak diberikan contoh kegiatan yang baik dengan langsung diperlihatkan dalam tindakan-tindakan seluruh pendidik dalam suatu lembaga pendidikan.
Membangun karakter, merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak, akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Dengan begitu, fitrah setiap anak yang dilahirkan suci bisa berkembang optimal. Oleh karenanya ada tiga pihak yang mempunyai peran penting yaitu, keluarga, sekolah, dan komunitas. (Megawangi, 2003:23)
Tujuan mengembangkan karakter adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukannya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup. Membangun karakter yang efektif, ditemukan dalam lingkungan sekolah yang memungkinkan semua anak menunjukan potensi mereka untuk mencapai tujuan yang sangat penting (Baittstich, 2008:45)
Pembentukan karakter ada tiga hal yang berlangsung secara terintegrasi. Pertama, anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan apa yang harus diambil, mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik. Kedua, mempunyai kecintaan terhadap kebajikan, dan membenci perbuatan buruk. Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk berbuat kebajikan. Misalnya, anak tak mau mencuri, karena tahu mencuri itu buruk, ia tidak mau melakukannya karena mencintai kebajikan.
Ketiga, anak mampu melakukan kebajikan, dan terbiasa melakukannya. Lewat proses sembilan pilar karakter yang penting ditanamkan pada anak. Ia memulainya dari cinta Allah SWT. dan alam semesta beserta isinya, tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian, kejujuran, hormat dan santun, kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, bertoleransi, cinta akan perdamaian, dan persatuan. (http://www.blog.elearning.unesa.ac.id)
2.3  Moral
Pengertian moral menurut kamus besar bahasa indonesia adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya. Pengertian moral juga memiliki kesetaraan atau kesamaan arti dengan pengertian akhlak, budi pekerti dan susila.
Pengertian moral juga sepadan dengan kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dan sebagainya. Atau dengan kata lain, moral adalah isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan. (http://www.artikel2.com)
Pengertian moral diatas juga harus berlaku dalam kehidupan sebuah keluarga. Dimana, para orangtua harus semaksimal mungkin menciptakan moral yang baik kepada anak-anak. Sehingga, moral yang diajarkan oleh orangtua tersebut dapat membuat anak tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin sehingga sang anak bisa memberikan kontribusi positif terhadap agama, bangsa dan negaranya.

2.4  Akhlak
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.
(http://www.id.wikipedia.org)
Dengan pembinaan akhlak yang tepat dari orangtua, maka akan melahirkan generasi yang berakhlak seperti yang dikatakan al-Ghazali, yaitu perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu, sehingga anak bisa berbakti dan patuh kepada orangtuanya.






















BAB III
METODELOGI PENULISAN

3.1  Metode Penulisan
Penyusunan karya tulis ini dilakukan dengan metode pengumpulan data dan bacaan dari referensi yang relevan dengan topik yang dibahas dan referensi tersebut memiliki kredibilitas yang bisa ditinjau pembaca. Referensi tersebut yaitu buku dan internet. Referensi dari buku dan internet ini dibaca terlebih dahulu, kemudian mengambil hal-hal pokok yang relevan dengan topik yang dibahas. Lalu, pokok-pokok bacaan ini dirangkai didalam karya tulis yang membentuk kalimat dan paragraf mengenai hal-hal yang dibicarakan.

3.2  Waktu dan Tempat Penulisan
Waktu penulisan karya tulis ini yaitu mulai dari tanggal 14 Juli – 28 Juli 2012. Penyusunan karya tulis dilakukan di rumah penulis.















BAB IV
 ISI

4.1  Pendidikan Akhlak untuk Anak
Sungguh Islam adalah agama yang sempurna hingga pendidikan akhlak untuk anak pun diperhatikan dengan serius. Namun sangat disayangkan orangtua kebanyakan pada zaman sekarang ini jarang memperhatikan pendidikan akhlak bagi anak lantaran kesibukan mereka atau berbagai macam alasan lainnya. Prinsip yang mereka pegang adalah membahagiakan anak dengan memberikan pendidikan dan mendidik yang mereka sangka sudah baik. Namun kebahagiaan yang semacam apa yang ingin diwujudkan oleh sebagian orangtua tersebut?
Anak adalah buah hati setiap orang tua, dambaan disetiap keinginan orang tua serta penyejuk hati bagi keletihan jiwa orang tua. Anak tidak lahir begitu saja, anak terlahir dari buah cinta sepasang hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang merupakan amanat wajib untuk dijaga, diasuh dan dirawat dengan baik oleh orangtua yang pada akhirnya nanti akan dimintai pertanggungjawabannya kelak.
Pertanggungjawaban orangtua tersebut baik di dunia ataupun di akherat, namun tatkala anak sudah baligh maka mereka bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Salah satu contoh dari pertanggung jawaban tersebut adalah dengan memelihara diri dan keluarga dari api neraka :
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At Tahrim: 6)
Dan hal ini dapat diwujudkan dengan memberi pendidikan kepada anak dengan pendidikan yang baik sesuai Al Qur’an dan As sunnah sebagai bekal perjalanan di dunia maupun di akherat. Sebagaimana perkataan Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu.
"Didiklah anakmu karena kamu akan ditanya tentang tanggungjawabmu, apakah sudah kamu ajari anakmu, apakah sudah kamu didik anakmu dan kamu akan ditanya kebaikanmu kepadanya dan ketaatan anakmu kepadamu."
Pendidikan tersebut banyak cabangnya satu diantaranya adalah pendidikan akhlak, akhlak anak yang baik dapat menyenangkan hati orang lain baik orangtua atau orang-orang di lingkungan. Bahkan akhlak yang sesederhana sekalipun misalnya memberikan wajah berseri saat bertemu dengan saudara muslim yang lain. Disamping ikhtiar dengan pendidikan kepada anak dengan pendidikan akhlak yang bagus hendaknya orangtua selalu mendo’akan anak-anaknya agar mereka tumbuh dengan naungan kasih sayang Allah subhanahu swt. karena doa orangtua atas anaknya termasuk doa yang mustajab.
Hendaknya para orang tua khususnya di Kabupaten Kampar lebih memperhatikan akan pendidikan akhlak untuk anak, karena dengan akhlak yang baik, maka Insya Allah anak nantinya bisa menjadi lebih baik lagi, baik itu dalam urusan mengenai dunianya atau pun akhiratnya. (http://www.blog-nailah.blogspot.com)

4.2  Faktor-faktor Rusaknya Moral dan Akhlak Anak
Baik atau buruknya moral anak tergantung pada pengawasan orangtua terhadap tindakan dan sifat anak. Pada dasarnya, seorang anak dilahirkan dalam keadaan suci. Keadaan suci ini membuat moral dan akhlak anak dapat terjamin. Maka, yang mengotori kesucian anak tersebut adalah oangtuanya sendiri. Hal ini sesuai dengan ungkapan Rasululullah SAW. bahwa, setiap anak adam yang dilahirkan dalam keadaan yang suci. Tapi, orangtuanya-lah yang menjadikan anak yang majusi dan nasrani.
Maksudnya ungkapan Rasulullah SAW. yang mulia ini adalah, bahwa moral dan akhlak anak yang baru dilahirkan itu adalah suci dan baik. Tapi orangtuanya-lah yang mengkonversi kesucian akhlak ini dengan tidak sadar telah menanamkan bibit akhlak majusi dan nasrani dalam diri anak. Kesibukan orangtua dengan pekerjaan membuat mereka lalai dalam mengurus anak, sehingga anak apa kata anak dan orangtua apa kata orangtua.
Melihat data kekerasan terhadap anak di Kabupaten Kampar ini, kepedulian orangtua terhadap anak masih minim. Karena faktor ekonomi, orangtua rela menjual anaknya (trafficking). Hal ini akan memberikan dampak psikis pada anak, dimana kondisi psikis anak akan berubah drastis seiring dengan berpisahnya dia dengan orangtuanya dan anak itu dipekerjakan secara tidak layak. Dampak psikis yang lemah ini, akan memudahkan oknum-oknum tertentu untuk menanamkan sikap yang keras, akhlak dan moralnya dirusak, balas dendam kepada orangtua yang telah membuangnya, dan sebagainya. Dilihat dari faktor ekonomi saja, telah berdampak pada akhlak dan moral anak, bagaimana dengan faktor-faktor lainnya yang lebih komplit.
Faktor yang lebih komplit yang dimaksud adalah adanya kecenderungan orangtua menerapkan tren-tren dunia barat dalam mendidik anak. Orangtua menyerahkan sepenuhnya bagaimana pilihan hidup kepada anak. Begitulah ajaran dunia barat dalam mendidik anak. Padahal, emosi dan pilihan anak belumlah sempurna dan masih labil serta masih kurang pengalaman dalam menentukan pilihan hidup. Anak sangat mudah mengalami kesalahan dalam memilih. Karenanya, diperlukan nasehat-nasehat dan bimbingan dari orangtuanya yang telah berpengalaman. Apabila anak salah dalam memilih, maka orangtua juga akan merasakan akibatnya.
Pengawasan dan bimbingan orangtua mutlak diperlukan untuk melihat bagaimana anak-anak mereka memilih teman. Orangtua harus pandai memilih dan memilah teman yang tepat untuk anak yang hendaknya menjadi contoh dan teladan bagi anak. Sejauh ini, begitulah kesalahan orangtua yang menjadi faktor rusaknya moral dan akhlak, yaitu kurang pengawasan terhadap anak tentang memilih teman. Teman sebaya yang telah rusak akhlaknya, dengan mudah dapat menular kepada anak-anak lainnya, jika orangtuanya tidak dapat membatasi pergaulan anak. Faktor teman sebaya ini juga masih memiliki relevansi yang dengan masih lemahnya pengawasan orangtua karena kesibukan pekerjaan.
Adanya kecenderungan anak untuk meniru-niru seseorang juga mempengaruhi akhlak dan moral anak. Contohnya menonton sinetron-sinetron di televisi. Anak akan secara perlahan akan meniru apa yang dilihatnya. Dilihat dari kwalitas sinetron sekarang, dapat dinilai kwalitas baiknya sangat minim sekali. Seringkali sinetron menampilkan sesuatu yang bertentangan dengan nilai agama dan norma yang berlaku, seperti tindakan balas dendam, kelicikan tokoh, dan hal-hal yang tidak masuk akal yang dapat memperbodoh anak itu sendiri. Kebebasan anak-anak dalam menonton televisi tanpa ada pengawasan dari orangtua juga berpengaruh besar terhadap perkembangan akhlak dan moral anak.
Kekerasan yang dilakukan orangtua terhadap anaknya merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Hal ini dapat membangkitkan adrenalin anak untuk menuntut dan membalas orangtua atas tindakan tidak manusiawi yang dilakukan orangtua. Kekerasan terhadap anak di kabupaten Kampar pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang signifikan, maka wajar akhlak dan moral anak dikatakan buruk saat ini. Karena, dengan kekerasan itu memudahkan anak bertindak tanpa pikir panjang untuk melakukan tindakan pembalasan terhadap orangtuanya. Hal ini termasuk gambaran rusaknya moral dan akhlak anak, yang sebenarnya disebabkan orangtuanya sendiri.
Dan faktor internal yang mempengaruhi akhlak anak adalah bagaimana perlakukan orangtua terhadap anak-anaknya. Hendaklah para orangtua berbuat adil diantara sesama anak dalam segala hal. Seperti yang dikatakan oleh Al-Hasyimi (1993:16) sebagai berikut.
Karena sesungguhnya apabila seseorang tidak berbuat adil diantara sesama anaknya, berarti ia mulai menanamkan bibit perpecahan dan permusuhan diantara sesama mereka. Apabila perpecahan dan permusuhan tumbuh subur diantara sesama saudara, maka terputuslah hubungan silaturrahim diantara mereka, padahal syariat Islam mengajarkan agar hubungan silaturrahim dipelihara. Perpecahan dan permusuhan inilah yang menyebabkan menyimpangnya moral dan akhlak anak. Ketidakadilan ini akan sesantiasa dituntut oleh anak, hingga mereka sanggup menempuhnya dengan jalan yang batil dan tidak di ridhai Allah swt. yaitu dengan mempertaruhkan akhlak dan moral.

4.3  Kasus Kekerasan terhadap Anak di Kabupaten Kampar

Bangkinang-Kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Kampar yang masuk laporannya dan ditangani Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Kampar pada tahun 2012, meningkat 38% dibanding dalam kurun waktu yang sama pada tahun 2011. Hal itu diungkapkan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Kampar, M Rusdi melalui Sekretaris P2TP2A, Hafis Tohar, kepada Haluan Riau, Kamis (28/6). Terjadi peningkatan laporan kasus tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kampar. Para pelaku umumnya orang dekat korban.
(http://www.haluanriaupress.com)
Pada tahun 2011 lalu kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang masuk ke P2TP2A sebanyak 32 kasus terhitung dari Januari-Desember  2011. Sementara  tahun ini dari Januari-Juni telah masuk laporan sebanyak 22 kasus.
"Artinya bila dibanding jumlah kasus Januari-Juni 2011 (16 kasus)  dengan Januari-Juni 2012 (22 kasus), telah terjadi peningkatan kasus sebanyak 38 persen," papar Hafis Tohar.
Dijelaskannya, kasus baru yang ditemukan tahun 2012 yakni, kasus  trafficking (perdagangan anak)." Baru-baru ini ada 4 kasus trafficking  yang ditangani P2TP2A Kabupaten Kampar,” ujarnya. Menyangkut kasus trafficking ini, oleh P2TP2A Kabupaten Kampar,  setelah korban dikonseling, korban dikembalikan kepada pihak keluarga. Mereka yang kebanyakan dari Pulau Jawa. "Anak-anak ini dipekerjakan di warung remang-remang,” ujarnya.
Hanya saja yang menjadi kelemahan  saat ini  menyangkut penanganan kasus perempuan dan anak ini, yakni belum adanya fasilitas rumah aman (shelter) di Kabupaten Kampar. Padahal keberadaan rumah aman ini sangat mendesak termasuk bagi anak-anak korban kasus trafficking dan  kasus lainnya seperti asusila. “Anak-anak korban kekerasan itu mestinya di tempatkan di rumah aman. Kalau rumah aman tidak ada, mau di tarok dimana mereka jadi harus perlu ada rumah aman” terang Hafis Tohar.
Namun yang tak kalah pentingnya saat ini adalah koordinasi dengan dinas instansi terkait. Pasalnya penanganan anak ini tidak bisa dibebankan kepada P2TP2A semata. “Banyak pihak terkait didalamnya, oleh sebab itu, P2TP2A meminta kepada DPRD Kabupaten Kampar untuk menggelar rapat dengar pendapat (hearing) mengenai penanganan kasus perempuan dan anak dengan dinas intansi terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, BPPKB, Satpol PP dan Polres Kampar, surat permintaan hearing sudah dipersiapkan,” harapnya.
(http://www.riauterkini.com)
 Terkait kasus trafficking, P2TP2A Kabupaten Kampar juga meminta  Pemkab Kampar segera membentuk gugus tugas pencegahan dan penanganan  tindak pidana perdagangan anak seperti yang diamanahkan Perpres nomor 69 Tahun 2008  tentang Pembentukan Gugus Tugas. (http://www.haluanriaupress.com)

4.4  Indikasi dan Solusi Memanifestasikan Keluarga yang Ramah Anak
Mempunyai keluarga yang sakinah (Penuh ketenangan) menjadi idaman setiap orang. Kenyataan menunjukan banyak orang yang merindukan rumah tangga menjadi sesuatu yang teramat indah, bahagia, penuh dengan berkah. Kenyataan pun membuktikan tidak sedikit keluarga yang hari demi harinya hanyalah perpindahan dari kecemasan kegelisahan, dan penderitaan.
Mengapa ini bisa terjadi? Ternyata merindukan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah itu tidak asal jadi, yang hanya berbekal cinta dan harapan, tapi butuh kesungguhan. Mengerahkan segala kemampuan untuk mewujudkannya. Butuh kerja keras dan kemauan yang kuat untuk mewujudkannya.
Ada beberapa indikasi dan solusi yang bisa menghantarkan keluarga menjadi keluarga yang bahagia, yaitu :
·         Pertama, dengan menjadikan keluarga yang ahli sujud, keluarga yang ahli taat, keluarga yang menghiasi dirinya dengan dzikrullah, dan keluarga yang selalu rindu untuk mengutuhkan kemuliaan hidup di dunia, terutama mengutuhkan kemuliaan di hadapan Allah SWT kelak di surga. Jadikan berkumpulnya anggota keluarga di surga sebagai motivasi dalam meningkatkan amal ibadah, perbaikan akhlak dan moral. Melalui pendekatan yang persuasif (mengajak secara halus), anak dengan mudah menerima pengajaran tentang pentingnya memiliki akhlak yang mulia.
·         Kedua, menjadikan rumah sebagai pusat ilmu. Pupuk iman adalah ilmu. Memiliki harta tetapi kurang ilmu akan menjadikan kita diperbudaknya. Harta dinafkahkan akan habis, ilmu dinafkahkan akan melimpah. Pastikan agar keluarga kita sungguh-sungguh untuk mencari ilmu. Baik ilmu tentang hidup di dunia maupun ilmu akhirat. Bekali anak-anak sedari kecil dengan ilmu dan jadilah orang tua yang senantiasa menjadi sumber ilmu bagi anak-anaknya.
·         Ketiga, jadikan rumah sebagai pusat nasihat. Kita harus tahu persis, semakin hari semakin banyak yang harus kita lakukan. Untuk itu kita butuh orang lain agar bisa melengkapi kekurangan guna memperbaiki kesalahan kita. Keluarga yang bahagia itu keluarga yang dengan sadar menjadikan kekayaanya saling menasehati, saling memperbaiki, serta saling mengkoreksi dalam kebenaran dan kesabaran. Setiap koreksian bahkan pujian yang diberikan oleh keluarga pada kita patut kita syukuri. Kenapa? Karena mereka adalah bagian terdekat kita, paling tahu keseharian kita seperti apa. Sehingga kritikan, koreksian, nasihat yang diberikan, dan bahkan pujian adalah lebih dekat pada keadaan diri kita yang sebenarnya. Banyak orang yang terpedaya oleh pujian dari orang lain. Jika mendapat sanjungan dari guru sebagai murid teladan, itu penilaian semu, guru tidak tahu keadaan kita. Kalau kita mendapat penghargaan dari pemimpin, pemimpin tahu apa? Dia tidak tahu keseharian kita. Dengan demikian, kalau ingin mengukur penghargaan yang sebenarnya, lihat dari tanggapan orang yang paling dekat dengan kita. Karena itu dekat dan tahu keseharian kita. Apabila sebuah keluarga mulai saling menasehati, maka keluarga bagaikan cermin yang akan membuat anggota keluarganya berpenampilan lebih baik, dan lebih baik lagi. Karena tidak pernah ada koreksi yang paling aman selain koreksi dari keluarga.
·         Keempat, jadikan rumah sebagai pusat kemuliaan. Pastikan keluarga kita sebagai contoh bagi keluarga yang lain. Berbahagialah jika keluarga kita dijadikan contoh teladan bagi keluarga yang lain. Itu berarti, masing-masing anggota keluarga senantiasa menuai pahala dari setiap orang yang berubah karena kita sebagai jalan kebaikannya. Saling berlomba-lombalah dalam memunculkan kemuliaan di keluarga. Berambisilah untuk menjadikan keluarga kita penuh dengan limpahan karunia Allah. Ikhlaskan semua yang kita lakukan. Niscaya keridhaan Allah bersama kita. Amiin. Wallahu a’lam bishawab.
(http://www.sweethyamore.blogspot.com)























BAB V
PENUTUP

5.1  Kesimpulan
·         Moral yang baik merupakan komponen utama dalam mewujudkan psikomotorik yang agamis, etis, serta sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga maupun masyarakat. Dengan berbekal moral inilah, kita bisa mengevaluasi atau menilai tindakan kita agar sesuai dengan agama, nilai, dan norma yang berlaku.
·         Kekerasan terhadap anak di Kabupaten Kampar pada tahun 2012 mengalami peningkatan 38% dari tahun 2011. Dan disayangkan sekali, sarana dan prasarana untuk menampung dan membina korban kekerasan ini masih minim.
·         Ada hubungan yang sangat erat antara kekerasan terhadap anak dengan rusaknya akhlak dan moral anak. Kekerasan tersebut akan memudahkan oknum tertentu untuk menanamkan bibit kerusakan akhlak dan moral pada anak.
·         Faktor-faktor penyebab rusaknya moral anak yaitu kurangnya pengawasan orangtua terhadap tindakan anak, kecenderungan anak dan orangtua meniru dunia barat yang melancarkan strategi penjajahan moral dan budaya dan ketidak adilan orangtua terhadap salah satu anaknya.
·         Untuk memanifestasikan moral yang bagus, anak haruslah diberikan pendidikan akhlak sejak usia dini. Yaitu karakter yang dapat memberikan kontribusi yang positif bagi agama, bangsa dan negaranya.

5.2  Saran
Saran penulis kepada pemerintah Kabupaten Kampar beserta staff dan jajarannya, harus menindak secara tegas terhadap orangtua yang melakukan kekerasan terhadap anak, begitupun sebaliknya. Pemerintah benar-benar harus melengkapi sarana dan prasarana untuk pembinaan anak-anak yang terkena kasus kekerasan dari orangtuaya. Hal ini sangat signifikan, karena disinilah dibina dan di improfisasi kembali psikis anak yang berkasus. Dan kepada orangtua hendaknya benar-benar melakukan pengawasan dan bimbingan moral dan perilaku anak. Akhlak dan moral anak merupakan tanggungjawab orangtuanya. Mudah-mudahan, dengan hal-hal tersebut di Kabupaten Kampar menjadi daerah yang maju dan teladan bagi daerah-daerah lainnya dengan mulianya akhlak anak di Kabupaten Kampar.
























DAFTAR PUSTAKA

As-Sa’id, Khumais. 2005. Beginilah Rasulullah SAW. Mengajari Kami. Jakarta : Darus Sunnah Press.

Zakariyya, Muhammad. 2001. Kitab Fadhail A’mal. Bandung : Pustaka Ramadhan.

Al-Hasyimi, Sayyid Ahmad. 1993. Syarah Mukhtaarul Ahaadiits. Bandung : Sinar Baru.

Alibi Productions. 2012. Pengertian Moral. (Online), (http://www.artikel2.com).

Jurnal Manajemen. 2009. Definisi Interaksi Sosial, Bentuk dan Ciri. (Online), (http://www.jurnal-sdm.blogspot.com).

Dwinurmei, Fajar. . Membangun Karakter Melalui Pendidikan Sejak Usia Dini. (Online), (http://www.blog.elearning.unesa.ac.id).

Nailah, Ummu. 2012. Pendidikan Akhlak untuk Anak. (Online), (http://www.blog-nailah.blogspot.com).

(Online), (http://www.id.wikipedia.org/wiki/Akhlak)


(Online), (http://www.haluanriaupress.com/index.php/daerah/halaman-20/1088-kasus-kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak-meningkat-38-persen)