BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Moral
yang baik merupakan komponen utama dalam mewujudkan afektif yang agamis, etis,
serta sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga maupun
masyarakat. Dengan berbekal moral inilah, kita bisa mengevaluasi atau menilai
tindakan kita agar sesuai dengan agama, nilai, dan norma yang berlaku. Disisi
lain, zaman modern dewasa ini kondisi moral dan akhlak sudah memprihatinkan.
Seperti yang dikatakan oleh As-Sa’id (2005:xviii) sebagai berikut.
Di zaman modern sekarang ini, suasana kehidupan yang
diliputi krisis pangan dan keamanan. Kehidupan materialis berdampak sangat
negatif terhadap umat, baik berpengaruh cepat atau lambat. Kalaulah kita
katakan kondisi tersebut masuk melalui arus budaya barat (westernisasi), niscaya tidak akan dipungkiri banyak orang. Karena
bentuk penjajahan pola pikir, budaya dan akhlak yang dilakukan barat, belum
pernah dikenal oleh para pendahulu kita (salaful
ummah) yang telah dididik langsung oleh Rasulullah SAW dan diajarkan
prinsip-prinsip akhlak mulia, pola pikir yang jernih dan mental spiritual.
Bahkan, hingga para revolusioner bangsa
Indonesia sekalipun belum mengenal strategi barat ini. Karena merupakan hal
yang kontemporer taktik penjajahan pola pikir, budaya dan akhlak yang dilakukan
oleh orang barat untuk menghancurkan akhlak gererasi kita saat ini terutama
orangtua dalam mendidik anak.
Diperlukan
tindakan untuk mengantisipasi problematika ini yang mulai berkembang pada
generasi sekarang. Tindakan tersebut yaitu hanya dengan kembali pada ajaran
agama kita, yaitu Islam. Agama Islam dipelopori oleh seorang revolusioner sejati, Rasulullah SAW. Siapapun tidak akan
dapat membantah keteladanan beliau dalam membangun akhlak yang mulia. Beliaulah
yang mengajarkan Akhlak Islam kepada segenap manusia. Beliau merupakan sosok
orangtua telah mencontohkan bagaimana mendidik keluarga dan anak. Keberhasilan
beliau dalam membina keluarga tersebut terus dijadikan teladan oleh orangtua
generasi selanjutnya, termasuk di Indonesia semenjak telah tersiarnya agama
Islam di bumi pertiwi ini.
Akhlak
Islam merupakan masalah penting yang tidak bisa diabaikan dan diremehkan
manusia. Untuk mengetahui kebenaran hal itu, kita bisa bandingkan kondisi
sekarang ini dengan kondisi generasi umat terbaik, generasi pertama yang telah
ridha menerima kedatangan Nabi Muhammad SAW. dengan segenap risalah atau ajaran
yang dibawanya. Dan generasi pertama ini konsisten dalam menjalankan
ajaran-ajaran Islam ini. Tentu akan kita dapatkan perbedaan yang menyolok
antara kondisi kita dengan kondisi mereka. (As-Sa’id,
2005:xix-xx)
Jauh
dari generasi awal tersebut, jika dibandingkan dengan generasi didaerah kita
saja khususnya di wilayah kabupaten Kampar, generasi yang berkembang saat ini
sudah jauh ketinggalan moral dan akhlaknya dari genarasi sebelumnya. Sesuai
adat atau kebiasaan generasi sebelumnya, yang paling dijunjung tinggi yaitu
para orangtua secara konsisten dan berkesinambungan melakukan berperan aktif
terhadap tindakan anak. Sehingga, perilaku dan tindakan anak secara turun
temurun dapat diadopsi dari orangtua yang mengajarkan nilai etis kepada
anaknya. Namun, lantaran pada generasi saat ini telah terkontaminasi oleh
budaya barat, ajaran generasi sebelumnya lambat laun terkikis habis dengan
strategi jitu mereka yaitu penjajahan moral, budaya dan akhlak.
Lalu
siapakah yang mampu mengingkari sumber-sumber kerusakan yang telah kita terima
dari musuh-musuh dari barat itu, dan sebagian besar kehancuran yang timbul
dalam kehidupan kita ini? Sikap generasi sekarang, terutama orangtua yang tanpa
kita sadari sudah meniru gaya barat dalam mendidik anak. Sikap para orangtua di
dunia barat dalam mendidik anak yang cenderung tidak menekankan akhlak dan
moral, sementara orangtua sendiri sibuk dengan pekerjaannya. Orangtua
memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada pengawasan dari orang tuanya sudah
menjadi fenomena lazim dalam kehidupan kita saat ini. Padahal, anak yang masih
minim pengalaman mengenai moral dan akhlak ini sangat membutuhkan bimbingan
dari orangtuanya.
Hal
demikian juga terjadi di daerah kita, kabupaten Kampar. Kondisi moral di daerah
kabupaten Kampar sudah mulai memprihatinkan seiring makin berkurangnya peran
orangtua dalam mengawasi anak. Bahkan ironisnya, bukan berperan dalam keluarga,
orangtualah yang menindas anak dan hal ini juga terjadi di daerah kabupaten
Kampar. Perlu adanya solusi-solusi untuk memperbaiki kembali akhlak dan moral
dalam keluarga, supaya terwujudnya keluarga yang ramah anak, keluarga yang
bermoral dan sesuai dengan nilai agama dan norma yang berlaku di kehidupan
sehari-hari.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana memanifestasikan
atau mewujudkan karakter anak yang patuh kepada orangtua di kabupaten Kampar?
1.2.2
Apa faktor-faktor penyebab rusaknya
akhlak anak?
1.2.3
Bagaimana data kasus kekerasan terhadap
anak di kabupaten Kampar?
1.2.4
Apa relasi antara kekerasan terhadap
anak dengan akhlak dan moral anak?
1.3
Hipotesis
1.3.1
Rusaknya akhlak
atau moral anak disebabkan oleh kurangnya pengawasan orangtua terhadap tindakan
anak.
1.3.2
Kurangnya
pengawasan dari orangtua karena telah berkembangnya sikap individualistik yang
diadopsi dari dunia barat.
1.4
Tujuan Penulisan
1.4.1
Memotivasi diri
agar tidak dipengaruhi oleh dogma-dogma dunia barat dalam merusak akhlak
1.4.2
Memberikan
bimbingan kepada orangtua tentang bagaimana mendidik anak yang sesuai dengan
nilai agama dan norma yang berlaku
1.4.3
Sebagai ihktiar
atau usaha memperbaiki akhlak atau moral buruk anak-anak di kabupaten Kampar
1.4.4
Melatih
kemampuan dalam membuat karya tulis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Interaksi
Manusia
dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu
sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi
sosial.
Maryati
dan Suryawati menyatakan bahwa, “Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal
balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar
individu dan kelompok”. Interaksi positif hanya mungkin terjadi apabila
terdapat suasana saling mempercayai, menghargai, dan saling mendukung. (http://www.jurnal-sdm.blogspot.com)
Begitu
juga halnya dengan hubungan dalam keluarga. Di dalam keluarga merupakan tempat
terjadinya interaksi sosial pertama kali oleh seseorang dalam kehidupannya. Dikatakan
demikian karena, seorang anak yang baru lahir langsung berinteraksi dengan
orangtuanya. Dan merupakan hal yang lazim, interaksi yang dilakukan pertama
kali oleh anak dan orangtua tersebut merupakan interaksi yang positif. Dimana,
orangtua mengasuh sang anak dengan baik, mendidik dan memenuhi kebutuhan anak,
dan sebagainya.
Sayangnya,
ketika anak telah menginjak usia pancaroba atau remaja, seringkali mereka tidak
sadar akan interaksi positif yang telah diberikan oleh orangtuanya. Maka, perlu
dilakukan pembinaan akhlak dan moral anak sejak dini dengan selalu melakukan
interaksi yang positif dengan anak yaitu dengan senantiasa memberikan
nasehat-nasehat kepada anak. Dengan sesantiasa melakukan interaksi positif ini,
seorang anak dapat dibina akhlak dan moralnya oleh orangtua, karena orangtua
haruslah menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Bentuk
interaksi yang bernilai positif lainnya yaitu hendaknya orangtua mendidik anak
dengan benar. Seharusnya, para orangtua benar-benar mendidik anak-anaknya
dengan penuh rasa kasih sayang, dan memulainya dengan pendidikan agama, juga
benar-benar peduli bagaimana agar anak-anak dapat menunaikan dan mengamalkan segala perintah Allah SWT. dan
meninggalkan larangan-Nya.
Namun,
pada zaman sekarang ini masih banyak orangtua yang masih salah dalam mendidik
anak. Seperti yang dikatakan oleh Zakariyya (2001:746) sebagai berikut.
Sayangnya, pada zaman ini sebagai orangtua tidak
bisa menjauhkan segala kebiasaan dan kebudayaan buruk yang dilakukan anak-anak,
bahkan orangtua sendiri yang menyukai adat dan kebiasaan buruk tersebut.
Apabila orangtua melihat anaknya kurang mengamalkan agama, maka mereka menghibur
diri mereka dengan hanya berharap semoga mereka akan menjadi orang yang baik
dan saleh jika mereka sudah mulai beranjak dewasa. Padahal, apabila kebiasaan
buruk tersebut selalu dilakukannya sejak kecil, maka ketika anak-anak tersebut
mulai dewasa, keburukan itu akan menjadi kebiasaan dan tertanam kuat dalam
dirinya. Tak ubahnya seperti menanam rumput, tapi ingin tumbuh gandum, ini
adalah hal yang mustahil. Jika orangtua menginginkan agar anak-anak menjadi
baik, dan dapat menjaga serta mengamalkan agama dengan baik, dan dapat menjaga
serta mengamalkan agama dengan baik, maka orangtua harus memberikan pendidikan
agama maupun umum dengan baik.
2.2 Berkarakter
Membangun karakter anak sejak dini, sangat penting bagi orang
tua dan guru, harapannya agar anak sejak dini memiliki karakter yang baik.
Membangun karekter anak dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal maupun
informal.
Semakin meningkatnya perhatian orangtua dan pemerintah
terhadap pendidikan anak usia dini, disatu sisi merupakan hal yang sangat
menggembirakan. Akan tetapi, disisi lain, seringkali orangtua dan pendidik juga
masih memiliki pandangan yang kurang tepat dan sempit tentang proses
pelaksanaan pembentukan pribadi pada anak usia dini, yakni terbatas pada
kegiatan akademik saja seperti membaca, menulis, menghitung, dan mengasah
kreativitas.
Pada dasarnya setiap orang tua mendambakan anak-anak yang
cerdas dan berperilaku baik dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga mereka
kelak akan menjadi anak-anak yang unggul dan tangguh menghadapi berbagai
tantangan dimasa depan. Namun perlu disadari bahwa generasi unggul semacam
demikian ini tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Mereka sungguh memerlukan
lingkungan subur yang sengaja diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi
anak-anak itu dapat tumbuh optimal sehingga menjadi lebih sehat, cerdas dan
berperilaku baik. Dalam hal ini orang tua mempunyai peran yang amat penting.
Suasana penuh kasih sayang mau menerima anak sebagaimana
adanya, menghargai potensi anak, memberi rangsang-rangsang yang kaya untuk
segala aspek perkembangan anak, baik secara kognitif, afektif, sosioemosional,
moral, agama, dan psikomotorik, semua sungguh merupakan jawaban nyata bagi
tumbuhnya generasi yang berkarakter dimasa yang akan datang.
Pada era globalisasi tidak jarang kehadiran seorang anak
justru menimbulkan berbagai masalah dalam suatu keluarga. Berbagai media massa,
baik media cetak maupun elektronik menginformasikan kasus-kasus tindak kriminal
yang dilakukan oleh anak-anak seperti narkoba, penyimpangan seksual bahkan
pembunuhan.
Tindakan-tindakan amoral yang dilakukan oleh anak-anak
tersebut pada dasarnya akibat dari kurangnya perhatian orang tua terhadap
perkembangan anak dalam setiap jenjang usianya. Orang tua yang terlalu sibuk
cenderung membuat anak bebas bertindak mengekspresikan kehendaknya dan rasa
ingin tahunya. Budaya ini adalah salah satu budaya barat yang nyatanya telah
merusak akhlak dan moral anak.
Suatu keprihatinan yang dirasakan para orang tua adalah
bagaimana menanamkan kepada anak-anaknya dengan nilai-nilai, cita-cita dan
motivasi yang akan menolong mereka bukan hanya mengetahui mana yang benar dan
mana yang salah, tetapi juga membuat keputusan-keputusan yang benar dan
bertanggung jawab.
Karakter yang berkualitas adalah sebuah respon yang sudah teruji
berkali-kali dan telah berbuah kemenangan. Seseorang yang berkali-kali melewati
kesulitan dengan kemenangan akan memiliki kualitas yang baik. Karakter berbeda
dengan kepribadian dan temperamen. Kepribadian adalah respon atau biasa disebut
etika yang ditunjukkan ketika berada di tengah-tengah orang banyak, seperti
cara berpakaian, berjabat tangan, dan berjalan. Temperamen adalah sifat dasar
anak yang dipengaruhi oleh kode genetika orang tua, kakek nenek, dan kakek
buyut dan nenek buyut. Sedangkan karakter adalah respon ketika sedang ’diatas’
atau ditinggikan. Apakah anak putus asa, sombong, atau lupa diri. Bentuk respon
itulah yang disebut karakter.
Karakter terbentuk dengan dipengaruhi oleh paling sedikit 5
faktor, yaitu: temperamen dasar (dominan, intim, stabil, cermat), keyakinan
(apa yang dipercayai, paradigma), pendidikan (apa yang diketahui, wawasan
kita), motivasi hidup (apa yang kita rasakan, semangat hidup) dan perjalanan
(apa yang telah dialami, masa lalu kita, pola asuh dan lingkungan).
Karakter yang dapat membawa keberhasilan yaitu empati
(mengasihi sesama seperti diri sendiri), tahan uji (tetap tabah dan ambil
hikmah kehidupan, bersyukur dalam keadaan apapun, dan beriman (percaya bahwa Allah
SWT). Ketiga karakter tersebut akan mengarahkan seseorang ke jalan
keberhasilan. Empati akan menghasilkan hubungan yang baik, tahan uji akan
melahirkan ketekunan dan kualitas, beriman akan membuat segala sesuatu menjadi
mungkin. (Megawangi, 2003:19).
Membangun karakter terhadap anak hendaknya menjadikan seorang
anak terbiasa untuk berperilaku baik, sehingga ia menjadi terbiasa dan akan
merasa bersalah kalau tidak melakukannya. Sebagai contoh, seorang anak yang
terbiasa makan tiga kali sehari, akan merasa tidak enak bila makan hanya dua
kali sehari. Dengan demikian, kebiasaan baik yang sudah menjadi instink,
otomatis akan membuat seorang anak merasa kurang nyaman bila tidak melakukan
kebiasaan baik tersebut.
Pendidikan karakter bagi anak adalah solusi yang mujarab yang
dapat diharapkan akan mengubah prilaku negatif ke positif. Pertama kurangi
jumlah mata pelajaran berbasis kognitif dalam kurikulum-kurikulum pendidikan
anak usia dini. Pendidikan intelektual (kognitif) yang berlebihan akan memicu
pada ketidak seimbangan aspek-asepk perkembangannya.
Kedua, setelah dikurangi beberapa pelajaran kognitif,
tambahkan materi pendidikan karakter. Materi pendidikan karakter tidak identik
dengan mengasahkan kemampuan kognitif, tetapi pendidikan ini adalah mengarahkan
pengasahan kemampuan affektif. Metode pembelajaran karakter ini dilakukan
dengan cerita-cerita keteladan seperti kisah-kisah keteladan nabi-nabi,
sahabat-sahabat nabi, pahlawan-pahlawan Islam, dunia, nasional ataupun lokal.
Cara lain yang dianggap baik dilakukan adalah dengan contextual learning, yaitu dalam setiap pembelajaran anak-anak
diberikan contoh kegiatan yang baik dengan langsung diperlihatkan dalam
tindakan-tindakan seluruh pendidik dalam suatu lembaga pendidikan.
Membangun karakter, merupakan proses yang berlangsung seumur
hidup. Anak-anak, akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh
pada lingkungan yang berkarakter pula. Dengan begitu, fitrah setiap anak yang
dilahirkan suci bisa berkembang optimal. Oleh karenanya ada tiga pihak yang
mempunyai peran penting yaitu, keluarga, sekolah, dan komunitas. (Megawangi,
2003:23)
Tujuan mengembangkan karakter adalah mendorong lahirnya
anak-anak yang baik. Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan
tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang
terbaik dan melakukannya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup.
Membangun karakter yang efektif, ditemukan dalam lingkungan sekolah yang
memungkinkan semua anak menunjukan potensi mereka untuk mencapai tujuan yang
sangat penting (Baittstich, 2008:45)
Pembentukan karakter ada tiga hal yang berlangsung secara
terintegrasi. Pertama, anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan apa yang
harus diambil, mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik. Kedua, mempunyai
kecintaan terhadap kebajikan, dan membenci perbuatan buruk. Kecintaan ini
merupakan obor atau semangat untuk berbuat kebajikan. Misalnya, anak tak mau
mencuri, karena tahu mencuri itu buruk, ia tidak mau melakukannya karena
mencintai kebajikan.
Ketiga, anak mampu melakukan kebajikan, dan terbiasa melakukannya.
Lewat proses sembilan pilar karakter yang penting ditanamkan pada anak. Ia
memulainya dari cinta Allah SWT. dan alam semesta beserta isinya, tanggung
jawab, kedisiplinan, dan kemandirian, kejujuran, hormat dan santun, kasih sayang,
kepedulian, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang
menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, bertoleransi, cinta
akan perdamaian, dan persatuan. (http://www.blog.elearning.unesa.ac.id)
2.3 Moral
Pengertian
moral menurut kamus besar bahasa indonesia adalah ajaran tentang
baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan
sebagainya. Pengertian moral juga memiliki kesetaraan atau kesamaan arti dengan
pengertian akhlak, budi pekerti dan susila.
Pengertian moral juga sepadan dengan kondisi mental yang
membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dan sebagainya.
Atau dengan kata lain, moral adalah isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana
terungkap dalam perbuatan. (http://www.artikel2.com)
Pengertian
moral diatas juga harus berlaku dalam kehidupan sebuah keluarga. Dimana, para
orangtua harus semaksimal mungkin menciptakan moral yang baik kepada anak-anak.
Sehingga, moral yang diajarkan oleh orangtua tersebut dapat membuat anak tetap
berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin sehingga sang anak bisa memberikan
kontribusi positif terhadap agama, bangsa dan negaranya.
2.4 Akhlak
Akhlak secara
terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan
secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.
Akhlak merupakan bentuk jamak dari
kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah
laku, atau tabiat.
Tiga pakar di
bidang akhlak yaitu Ibnu
Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan
bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat
memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah
laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara
berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya
sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan
sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak
pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga
terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut
dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.
(http://www.id.wikipedia.org)
Dengan
pembinaan akhlak yang tepat dari orangtua, maka akan melahirkan generasi yang
berakhlak seperti yang dikatakan al-Ghazali, yaitu perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan
perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu,
sehingga anak bisa berbakti dan patuh kepada orangtuanya.
BAB III
METODELOGI
PENULISAN
3.1 Metode Penulisan
Penyusunan
karya tulis ini dilakukan dengan metode pengumpulan data dan bacaan dari
referensi yang relevan dengan topik yang dibahas dan referensi tersebut
memiliki kredibilitas yang bisa ditinjau pembaca. Referensi tersebut yaitu buku
dan internet. Referensi dari buku dan internet ini dibaca terlebih dahulu,
kemudian mengambil hal-hal pokok yang relevan dengan topik yang dibahas. Lalu,
pokok-pokok bacaan ini dirangkai didalam karya tulis yang membentuk kalimat dan
paragraf mengenai hal-hal yang dibicarakan.
3.2 Waktu dan Tempat Penulisan
Waktu
penulisan karya tulis ini yaitu mulai dari tanggal 14 Juli – 28 Juli 2012.
Penyusunan karya tulis dilakukan di rumah penulis.
BAB IV
ISI
4.1 Pendidikan
Akhlak untuk Anak
Sungguh Islam adalah
agama yang sempurna hingga pendidikan akhlak untuk anak
pun diperhatikan dengan serius. Namun sangat disayangkan orangtua kebanyakan pada
zaman sekarang ini jarang memperhatikan pendidikan
akhlak bagi anak lantaran kesibukan mereka atau berbagai macam alasan
lainnya. Prinsip yang mereka pegang adalah membahagiakan anak dengan memberikan
pendidikan dan mendidik yang mereka sangka
sudah baik. Namun kebahagiaan yang semacam apa yang ingin diwujudkan oleh
sebagian orangtua tersebut?
Anak adalah buah hati
setiap orang tua, dambaan disetiap keinginan orang tua serta penyejuk hati bagi
keletihan jiwa orang tua. Anak tidak lahir begitu saja, anak terlahir dari buah
cinta sepasang hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang merupakan amanat wajib
untuk dijaga, diasuh dan dirawat dengan baik oleh orangtua yang pada akhirnya
nanti akan dimintai pertanggungjawabannya kelak.
Pertanggungjawaban orangtua tersebut baik di dunia
ataupun di akherat, namun tatkala anak sudah baligh maka mereka bertanggung
jawab atas diri mereka sendiri. Salah satu contoh dari pertanggung jawaban
tersebut adalah dengan memelihara diri dan keluarga dari api neraka :
"Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar yang
keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At Tahrim: 6)
Dan hal ini dapat
diwujudkan dengan memberi pendidikan kepada anak
dengan pendidikan yang baik
sesuai Al Qur’an dan As sunnah sebagai bekal perjalanan di dunia maupun di
akherat. Sebagaimana perkataan Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu.
"Didiklah anakmu
karena kamu akan ditanya tentang tanggungjawabmu, apakah sudah kamu ajari
anakmu, apakah sudah kamu didik anakmu dan kamu akan ditanya kebaikanmu
kepadanya dan ketaatan anakmu kepadamu."
Pendidikan tersebut
banyak cabangnya satu diantaranya adalah pendidikan akhlak, akhlak anak yang baik dapat menyenangkan hati
orang lain baik orangtua atau orang-orang di lingkungan. Bahkan akhlak yang
sesederhana sekalipun misalnya memberikan wajah berseri saat bertemu dengan
saudara muslim yang lain. Disamping ikhtiar dengan pendidikan kepada anak
dengan pendidikan akhlak yang
bagus hendaknya orangtua selalu mendo’akan anak-anaknya agar
mereka tumbuh dengan naungan kasih sayang Allah subhanahu swt. karena doa
orangtua atas anaknya termasuk doa yang mustajab.
Hendaknya para orang
tua khususnya di Kabupaten Kampar lebih memperhatikan akan pendidikan akhlak untuk anak,
karena dengan akhlak yang baik, maka Insya Allah anak nantinya bisa menjadi
lebih baik lagi, baik itu dalam urusan mengenai dunianya atau pun akhiratnya. (http://www.blog-nailah.blogspot.com)
4.2 Faktor-faktor Rusaknya Moral dan Akhlak Anak
Baik
atau buruknya moral anak tergantung pada pengawasan orangtua terhadap tindakan
dan sifat anak. Pada dasarnya, seorang anak dilahirkan dalam keadaan suci.
Keadaan suci ini membuat moral dan akhlak anak dapat terjamin. Maka, yang
mengotori kesucian anak tersebut adalah oangtuanya sendiri. Hal ini sesuai
dengan ungkapan Rasululullah SAW. bahwa, setiap anak adam yang dilahirkan dalam
keadaan yang suci. Tapi, orangtuanya-lah yang menjadikan anak yang majusi dan
nasrani.
Maksudnya
ungkapan Rasulullah SAW. yang mulia ini adalah, bahwa moral dan akhlak anak
yang baru dilahirkan itu adalah suci dan baik. Tapi orangtuanya-lah yang
mengkonversi kesucian akhlak ini dengan tidak sadar telah menanamkan bibit
akhlak majusi dan nasrani dalam diri anak. Kesibukan orangtua dengan pekerjaan
membuat mereka lalai dalam mengurus anak, sehingga anak apa kata anak dan
orangtua apa kata orangtua.
Melihat
data kekerasan terhadap anak di Kabupaten Kampar ini, kepedulian orangtua
terhadap anak masih minim. Karena faktor ekonomi, orangtua rela menjual anaknya
(trafficking). Hal ini akan memberikan
dampak psikis pada anak, dimana kondisi psikis anak akan berubah drastis
seiring dengan berpisahnya dia dengan orangtuanya dan anak itu dipekerjakan
secara tidak layak. Dampak psikis yang lemah ini, akan memudahkan oknum-oknum
tertentu untuk menanamkan sikap yang keras, akhlak dan moralnya dirusak, balas
dendam kepada orangtua yang telah membuangnya, dan sebagainya. Dilihat dari
faktor ekonomi saja, telah berdampak pada akhlak dan moral anak, bagaimana
dengan faktor-faktor lainnya yang lebih komplit.
Faktor
yang lebih komplit yang dimaksud adalah adanya kecenderungan orangtua
menerapkan tren-tren dunia barat dalam mendidik anak. Orangtua menyerahkan
sepenuhnya bagaimana pilihan hidup kepada anak. Begitulah ajaran dunia barat
dalam mendidik anak. Padahal, emosi dan pilihan anak belumlah sempurna dan
masih labil serta masih kurang pengalaman dalam menentukan pilihan hidup. Anak
sangat mudah mengalami kesalahan dalam memilih. Karenanya, diperlukan
nasehat-nasehat dan bimbingan dari orangtuanya yang telah berpengalaman.
Apabila anak salah dalam memilih, maka orangtua juga akan merasakan akibatnya.
Pengawasan
dan bimbingan orangtua mutlak diperlukan untuk melihat bagaimana anak-anak
mereka memilih teman. Orangtua harus pandai memilih dan memilah teman yang tepat
untuk anak yang hendaknya menjadi contoh dan teladan bagi anak. Sejauh ini,
begitulah kesalahan orangtua yang menjadi faktor rusaknya moral dan akhlak,
yaitu kurang pengawasan terhadap anak tentang memilih teman. Teman sebaya yang
telah rusak akhlaknya, dengan mudah dapat menular kepada anak-anak lainnya,
jika orangtuanya tidak dapat membatasi pergaulan anak. Faktor teman sebaya ini
juga masih memiliki relevansi yang dengan masih lemahnya pengawasan orangtua
karena kesibukan pekerjaan.
Adanya
kecenderungan anak untuk meniru-niru seseorang juga mempengaruhi akhlak dan
moral anak. Contohnya menonton sinetron-sinetron di televisi. Anak akan secara
perlahan akan meniru apa yang dilihatnya. Dilihat dari kwalitas sinetron
sekarang, dapat dinilai kwalitas baiknya sangat minim sekali. Seringkali
sinetron menampilkan sesuatu yang bertentangan dengan nilai agama dan norma
yang berlaku, seperti tindakan balas dendam, kelicikan tokoh, dan hal-hal yang
tidak masuk akal yang dapat memperbodoh anak itu sendiri. Kebebasan anak-anak
dalam menonton televisi tanpa ada pengawasan dari orangtua juga berpengaruh
besar terhadap perkembangan akhlak dan moral anak.
Kekerasan
yang dilakukan orangtua terhadap anaknya merupakan tindakan yang tidak
manusiawi. Hal ini dapat membangkitkan adrenalin anak untuk menuntut dan
membalas orangtua atas tindakan tidak manusiawi yang dilakukan orangtua.
Kekerasan terhadap anak di kabupaten Kampar pada tahun 2012 mengalami
peningkatan yang signifikan, maka wajar akhlak dan moral anak dikatakan buruk
saat ini. Karena, dengan kekerasan itu memudahkan anak bertindak tanpa pikir
panjang untuk melakukan tindakan pembalasan terhadap orangtuanya. Hal ini
termasuk gambaran rusaknya moral dan akhlak anak, yang sebenarnya disebabkan
orangtuanya sendiri.
Dan
faktor internal yang mempengaruhi akhlak anak adalah bagaimana perlakukan
orangtua terhadap anak-anaknya. Hendaklah para orangtua berbuat adil diantara
sesama anak dalam segala hal. Seperti yang dikatakan oleh Al-Hasyimi (1993:16)
sebagai berikut.
Karena sesungguhnya apabila seseorang tidak berbuat
adil diantara sesama anaknya, berarti ia mulai menanamkan bibit perpecahan dan
permusuhan diantara sesama mereka. Apabila perpecahan dan permusuhan tumbuh
subur diantara sesama saudara, maka terputuslah hubungan silaturrahim diantara
mereka, padahal syariat Islam mengajarkan agar hubungan silaturrahim
dipelihara. Perpecahan dan permusuhan inilah yang menyebabkan menyimpangnya
moral dan akhlak anak. Ketidakadilan ini akan sesantiasa dituntut oleh anak,
hingga mereka sanggup menempuhnya dengan jalan yang batil dan tidak di ridhai
Allah swt. yaitu dengan mempertaruhkan akhlak dan moral.
4.3 Kasus Kekerasan terhadap Anak di Kabupaten Kampar
Bangkinang-Kasus tindak
kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Kampar yang masuk laporannya
dan ditangani Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten
Kampar pada tahun 2012, meningkat 38% dibanding dalam kurun waktu yang sama
pada tahun 2011. Hal itu diungkapkan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Kampar, M Rusdi melalui Sekretaris
P2TP2A, Hafis Tohar, kepada Haluan Riau, Kamis (28/6). Terjadi peningkatan laporan kasus tindak kekerasan terhadap anak dan
perempuan di Kampar. Para pelaku umumnya orang dekat korban.
(http://www.haluanriaupress.com)
Pada tahun 2011 lalu kasus kekerasan terhadap perempuan dan
anak yang masuk ke P2TP2A sebanyak 32 kasus terhitung dari
Januari-Desember 2011. Sementara tahun ini dari Januari-Juni telah
masuk laporan sebanyak 22 kasus.
"Artinya bila dibanding jumlah kasus Januari-Juni 2011 (16 kasus) dengan Januari-Juni 2012 (22 kasus), telah terjadi peningkatan kasus sebanyak 38 persen," papar Hafis Tohar.
"Artinya bila dibanding jumlah kasus Januari-Juni 2011 (16 kasus) dengan Januari-Juni 2012 (22 kasus), telah terjadi peningkatan kasus sebanyak 38 persen," papar Hafis Tohar.
Dijelaskannya, kasus baru yang ditemukan tahun 2012 yakni,
kasus trafficking (perdagangan anak)." Baru-baru ini ada 4 kasus
trafficking yang ditangani P2TP2A Kabupaten Kampar,” ujarnya. Menyangkut
kasus trafficking ini, oleh P2TP2A Kabupaten Kampar, setelah korban
dikonseling, korban dikembalikan kepada pihak keluarga. Mereka yang kebanyakan
dari Pulau Jawa. "Anak-anak ini dipekerjakan di warung remang-remang,”
ujarnya.
Hanya saja yang menjadi kelemahan saat ini
menyangkut penanganan kasus perempuan dan anak ini, yakni belum adanya
fasilitas rumah aman (shelter) di Kabupaten Kampar. Padahal keberadaan rumah
aman ini sangat mendesak termasuk bagi anak-anak korban kasus trafficking
dan kasus lainnya seperti asusila. “Anak-anak korban kekerasan itu mestinya
di tempatkan di rumah aman. Kalau rumah aman tidak ada, mau di tarok dimana
mereka jadi harus perlu ada rumah aman” terang Hafis Tohar.
Namun yang tak kalah pentingnya saat ini adalah koordinasi
dengan dinas instansi terkait. Pasalnya penanganan anak ini tidak bisa
dibebankan kepada P2TP2A semata. “Banyak pihak terkait didalamnya, oleh sebab
itu, P2TP2A meminta kepada DPRD Kabupaten Kampar untuk menggelar rapat dengar
pendapat (hearing) mengenai penanganan kasus perempuan dan anak dengan dinas
intansi terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, BPPKB,
Satpol PP dan Polres Kampar, surat permintaan hearing sudah dipersiapkan,” harapnya.
(http://www.riauterkini.com)
Terkait kasus
trafficking, P2TP2A Kabupaten Kampar juga meminta Pemkab Kampar segera
membentuk gugus tugas pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan
anak seperti yang diamanahkan Perpres nomor 69 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Gugus Tugas. (http://www.haluanriaupress.com)
4.4 Indikasi dan Solusi
Memanifestasikan Keluarga yang Ramah Anak
Mempunyai keluarga yang sakinah (Penuh ketenangan) menjadi idaman setiap orang. Kenyataan
menunjukan banyak orang yang merindukan rumah tangga menjadi sesuatu yang
teramat indah, bahagia, penuh dengan berkah. Kenyataan pun membuktikan tidak
sedikit keluarga yang hari demi harinya hanyalah perpindahan dari kecemasan
kegelisahan, dan penderitaan.
Mengapa ini bisa terjadi? Ternyata merindukan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah itu tidak asal jadi, yang hanya berbekal cinta dan
harapan, tapi butuh kesungguhan. Mengerahkan segala kemampuan untuk
mewujudkannya. Butuh kerja keras dan kemauan yang kuat untuk mewujudkannya.
Ada beberapa indikasi dan solusi yang bisa menghantarkan keluarga menjadi
keluarga yang bahagia, yaitu :
·
Pertama,
dengan menjadikan keluarga yang ahli sujud, keluarga yang ahli taat, keluarga
yang menghiasi dirinya dengan dzikrullah, dan keluarga yang selalu rindu untuk
mengutuhkan kemuliaan hidup di dunia, terutama mengutuhkan kemuliaan di hadapan
Allah SWT kelak di surga. Jadikan berkumpulnya anggota keluarga di surga
sebagai motivasi dalam meningkatkan amal ibadah, perbaikan akhlak dan moral.
Melalui pendekatan yang persuasif (mengajak secara halus), anak dengan mudah
menerima pengajaran tentang pentingnya memiliki akhlak yang mulia.
·
Kedua,
menjadikan rumah sebagai pusat ilmu. Pupuk iman adalah ilmu. Memiliki harta
tetapi kurang ilmu akan menjadikan kita diperbudaknya. Harta dinafkahkan akan
habis, ilmu dinafkahkan akan melimpah. Pastikan agar keluarga kita
sungguh-sungguh untuk mencari ilmu. Baik ilmu tentang hidup di dunia maupun
ilmu akhirat. Bekali anak-anak sedari kecil dengan ilmu dan jadilah orang tua
yang senantiasa menjadi sumber ilmu bagi anak-anaknya.
·
Ketiga,
jadikan rumah sebagai pusat nasihat. Kita harus tahu persis, semakin hari
semakin banyak yang harus kita lakukan. Untuk itu kita butuh orang lain agar
bisa melengkapi kekurangan guna memperbaiki kesalahan kita. Keluarga yang
bahagia itu keluarga yang dengan sadar menjadikan kekayaanya saling menasehati,
saling memperbaiki, serta saling mengkoreksi dalam kebenaran dan kesabaran.
Setiap koreksian bahkan pujian yang diberikan oleh keluarga pada kita patut
kita syukuri. Kenapa? Karena mereka adalah bagian terdekat kita, paling tahu
keseharian kita seperti apa. Sehingga kritikan, koreksian, nasihat yang
diberikan, dan bahkan pujian adalah lebih dekat pada keadaan diri kita yang
sebenarnya. Banyak orang yang terpedaya oleh pujian dari orang lain. Jika
mendapat sanjungan dari guru sebagai murid teladan, itu penilaian semu, guru
tidak tahu keadaan kita. Kalau kita mendapat penghargaan dari pemimpin,
pemimpin tahu apa? Dia tidak tahu keseharian kita. Dengan demikian, kalau ingin
mengukur penghargaan yang sebenarnya, lihat dari tanggapan orang yang paling
dekat dengan kita. Karena itu dekat dan tahu keseharian kita. Apabila sebuah
keluarga mulai saling menasehati, maka keluarga bagaikan cermin yang akan
membuat anggota keluarganya berpenampilan lebih baik, dan lebih baik lagi.
Karena tidak pernah ada koreksi yang paling aman selain koreksi dari keluarga.
·
Keempat,
jadikan rumah sebagai pusat kemuliaan. Pastikan keluarga kita sebagai contoh
bagi keluarga yang lain. Berbahagialah jika keluarga kita dijadikan contoh
teladan bagi keluarga yang lain. Itu berarti, masing-masing anggota keluarga
senantiasa menuai pahala dari setiap orang yang berubah karena kita sebagai
jalan kebaikannya. Saling berlomba-lombalah dalam memunculkan kemuliaan di
keluarga. Berambisilah
untuk menjadikan keluarga kita penuh dengan limpahan karunia Allah. Ikhlaskan
semua yang kita lakukan. Niscaya keridhaan Allah bersama kita. Amiin. Wallahu
a’lam bishawab.
(http://www.sweethyamore.blogspot.com)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
·
Moral yang baik
merupakan komponen utama dalam mewujudkan psikomotorik yang agamis, etis, serta
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga maupun masyarakat.
Dengan berbekal moral inilah, kita bisa mengevaluasi atau menilai tindakan kita
agar sesuai dengan agama, nilai, dan norma yang berlaku.
·
Kekerasan
terhadap anak di Kabupaten Kampar pada tahun 2012 mengalami peningkatan 38%
dari tahun 2011. Dan disayangkan sekali, sarana dan prasarana untuk menampung
dan membina korban kekerasan ini masih minim.
·
Ada hubungan
yang sangat erat antara kekerasan terhadap anak dengan rusaknya akhlak dan
moral anak. Kekerasan tersebut akan memudahkan oknum tertentu untuk menanamkan
bibit kerusakan akhlak dan moral pada anak.
·
Faktor-faktor
penyebab rusaknya moral anak yaitu kurangnya pengawasan orangtua terhadap
tindakan anak, kecenderungan anak dan orangtua meniru dunia barat yang
melancarkan strategi penjajahan moral dan budaya dan ketidak adilan orangtua
terhadap salah satu anaknya.
·
Untuk
memanifestasikan moral yang bagus, anak haruslah diberikan pendidikan akhlak
sejak usia dini. Yaitu karakter yang dapat memberikan kontribusi yang positif
bagi agama, bangsa dan negaranya.
5.2 Saran
Saran
penulis kepada pemerintah Kabupaten Kampar beserta staff dan jajarannya, harus
menindak secara tegas terhadap orangtua yang melakukan kekerasan terhadap anak,
begitupun sebaliknya. Pemerintah benar-benar harus melengkapi sarana dan
prasarana untuk pembinaan anak-anak yang terkena kasus kekerasan dari orangtuaya.
Hal ini sangat signifikan, karena disinilah dibina dan di improfisasi kembali
psikis anak yang berkasus. Dan kepada orangtua hendaknya benar-benar melakukan
pengawasan dan bimbingan moral dan perilaku anak. Akhlak dan moral anak
merupakan tanggungjawab orangtuanya. Mudah-mudahan, dengan hal-hal tersebut di Kabupaten
Kampar menjadi daerah yang maju dan teladan bagi daerah-daerah lainnya dengan
mulianya akhlak anak di Kabupaten Kampar.
DAFTAR PUSTAKA
As-Sa’id,
Khumais. 2005. Beginilah Rasulullah SAW.
Mengajari Kami. Jakarta : Darus Sunnah Press.
Zakariyya,
Muhammad. 2001. Kitab Fadhail A’mal. Bandung
: Pustaka Ramadhan.
Al-Hasyimi,
Sayyid Ahmad. 1993. Syarah Mukhtaarul
Ahaadiits. Bandung : Sinar Baru.
Alibi Productions. 2012. Pengertian Moral. (Online), (http://www.artikel2.com).
Jurnal Manajemen. 2009. Definisi Interaksi Sosial, Bentuk dan Ciri.
(Online), (http://www.jurnal-sdm.blogspot.com).
Dwinurmei, Fajar. . Membangun Karakter Melalui Pendidikan Sejak Usia Dini. (Online), (http://www.blog.elearning.unesa.ac.id).
Nailah, Ummu. 2012. Pendidikan Akhlak untuk Anak. (Online), (http://www.blog-nailah.blogspot.com).
(Online), (http://www.id.wikipedia.org/wiki/Akhlak)
(Online), (http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=48552)
(Online), (http://www.haluanriaupress.com/index.php/daerah/halaman-20/1088-kasus-kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak-meningkat-38-persen)